Thursday, December 15, 2011

Sangiran, Situs Purba yang Diakui Sebagai Warisan Dunia

http://202.138.226.22/wanus_v2/public/images/peninggalan/Prasejarah/Sangiran/Tengkorak%20Homo%20Erectus%20.jpg
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa, Indonesia. Area ini memiliki luas 48 km² dan terletak di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo dan terletak di kaki gunung Lawu. Secara administratif Sangiran terletak di kabupaten Sragen dan kabupaten Karanganyar di Jawa Tengah. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya. Pada tahun 1996 situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Tahun 1934 antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald memulai penelitian di area tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya, hasil penggalian menemukan fosil dari nenek moyang manusia pertama, Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa"). Ada sekitar 60 lebih fosil lainnya di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus telah ditemukan di situs tersebut.

Di Museum Sangiran, yang terletak di wilayah ini juga, dipaparkan sejarah manusia purba sejak sekitar 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu, yaitu dari kala Pliosen akhir hingga akhir Pleistosen tengah. Di museum ini terdapat 13.086 koleksi fosil manusia purba dan merupakan situs manusia purba berdiri tegak yang terlengkap di Asia. Selain itu juga dapat ditemukan fosil hewan bertulang belakang, fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut serta alat-alat batu.
Pada awalnya penelitian Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. 

wikipedia


Museum Purbakala Sangiran

Museum Sangiran
Museum Sangiran

Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Dengan demikian, Kabupaten Sragen adalah pintu gerbang memasuki Jawa Tengah dari arah timur. Kabupaten Sragen juga sering disebut sebagai “Tlatah Sukowati” yang mempunyai wilayah seluas 941,55 KM 2 , dengan topografi sebagai berikut: di tengah-tengah wilayah mengalir Sungai Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa; daerah sebelah selatan merupakan bagian dari lereng Gunung Lawu; sebelah utara merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng; dan sebelah barat merupakan kawasan yang sangat terkenal dengan sebutan “Kubah Sangiran”.
Terletak di desa Krikilan,Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km dari Solo) Sangiran Dome menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2 juta tahun lalu). Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid purba di Indonesia dan 50 % di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan.
Sebagai  World  Heritage  List  (Warisan Budaya  Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas diantaranya:
Fosil Sangiran
Fosil Sangiran

Ruang pameran (fosil  manusia, binatang purba), laboratorium, gudang fosil, ruang slide dan kios-kios souvenir khas Sangiran.
Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli Geologi dulu pada masa  purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut dibuktikan  dengan lapisan-lapisan tanah  pembentuk  wilayah  Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu merupakan lautan.
Dome Sangiran
Dome Sangiran

Dome Sangiran” atau Kawasan Sangiran yang memiliki luas wilayah sepanjang bentangan dari utara –selatan sepanjang 9 km. Barat –Timur sepanjang 7 km.    Masuk dalam empat kecamatan atau sekitar 59,3 Km2. Temuan Fosil di “Dome Sangiran” di kumpulkan dan disimpan di Museum Sangiran.  Temuan Fosil di Sangiran untuk jenis Hominid Purba (diduga sebagai asal evolusi Manusia) ada 50 (Limapuluh) Jenis/Individu. Untuk Fosil-fosil yang diketemukan di Kawasan Sangiran merupakan 50 % dari temuan fosil di Dunia dan merupakan 65 % dari temuan di Indonesia. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, Sangiran Ditetapkan sebagai salahsatu Warisan Budaya Dunia “World Haritage List” Nomor : 593. 

Koleksi Museum Sangiran

  1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus , Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
  2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
  3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-kura), dan foraminifera .
  4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
  5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak.

Menara Pandang
Menara Pandang Sangiran
Menara Pandang Sangiran

Di Kawasan Sangiran telah dibangun Menara Pandang dan Wisma Sangiran. Para wisatawan bisa menikmati keindahan dan keasrian panorama di sekitar Kawasan Sangiran dari ketinggian lewat Menara Pandang Sangiran. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan akan tempat penginapan yang nyaman di Kawasan Sangiran telah dibangun Wisma Sangiran ( Guest House Sangiran) yang terletak di sebelah Menara Pandang Sangiran. Wisma Sangiran ini berbentuk joglo (rumah adat Jawa Tengah) dengan ornamen-ornamen khas Jawa yang dilengkapi dengan pendopo sebagai lobby . Keberadaan Wisma Sangiran ini sangat menunjang kegiatan yang dilakukan oleh para tamu atau wisatawan khususnya bagi mereka yang melakukan penelitian ( research ) tentang keberadaan fosil di Kawasan Sangiran. Wisma Sangiran memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai, antara lain : Deluxe Room , sebanyak dua kamar dilengkapi dengan double bed , bath tub dan shower , washtafe l, meja rias dan rak ; Standard Room , sebanyak tiga kamar dilengkapi dengan double bed , bak mandi, washtafel , dan meja rias; Ruang Keluarga yang dilengkapi dengan meja dan kursi makan serta kitchen set ; Pendopo ( Lobby ) yang dilengkapi dengan meja dan kursi ; serta tempat parkir. Selain fasilitas-fasilitas tersebut, juga disediakan mobil (mini train ) untuk memudahkan mobilitas para wisatawan yang berkunjung ke Kawasan Sangiran. 


RUTE MENUJU SANGIRAN 


Dengan Pesawat

Dari Bandara Adi Sumarmo (Solo), ambil jalan darat menuju ke Museum Sangiran.

Jalan Darat

•  Dari Solo > Kalijambe > Sangiran ( ± 20 km ke arah utara)
•  Dari Semarang > Purwodadi > Kalijambe > Sangiran
•  Dari Surabaya > Sragen > Kalijambe > Sangiran
•  Dari Yogyakarta > Solo > Kalijambe > Sangiran
Situs Sangiran merupakan tempat yang tempat untuk melakukan perjalanan kembali ke masa pra sejarah. Banyak hal yang bisa dipelajari di situs ini, antara lain tentang kehidupan di masa lalu dan tentang misteri evolusi makhluk hidup yang sangat menarik untuk diungkap. Semoga penjelasan ini bisa memberikan gambaran bagi para pembaca bahwa ada dunia menakjubkan di balik Situs Sangiran. Pengetahuan ini perlu disebarluaskan kepada para generasi penerus supaya mereka ikut melestarikan warisan dunia yang menakjubkan ini.
Informasi tersebut akan terasa lebih lengkap lagi apabila disertai dengan kunjungan langsung ke Museum Sangiran dan kunjungi website Situs Sangiran di www.sangiran.info atau www.sragenkab.go.id



Sangiran, Warisan Dunia yang Terlupakan


Ist
Penggalian situs Sangiran (atas).
 
Untuk dapat masuk ke sana, setiap orang hanya dikenakan biaya tiket Rp 1.500. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh, biaya tiket yang dikeluarkan tidak akan ada artinya. Karena, di museum itu pengunjung bisa melihat dari dekat 13.086 koleksi fosil manusia purba, binatang yang hidup pada masa itu, hingga peralatan yang digunakannya.

SRAGEN – Kawasan situs Sangiran merupakan salah satu objek wisata ilmiah yang sangat menarik untuk dikunjungi. Ada potensi pariwisata yang tersimpan di sini. Sayangnya, penilaian itu tidak mampu menarik minat wisatawan, baik lokal maupun asing.

Pada 2002 hanya 25.000 orang yang tercatat datang ke Sangiran. Jumlah itu didominasi pelajar dan mahasiswa. Lebih miris lagi, angka tersebut menunjukkan jumlah turis kian menurun dari tahun ke tahun. Beberapa tahun sebelumnya, situs prasejarah ini sempat menjadi primadona pariwisata khususnya bagi Kabupaten Sragen. Kala itu, pengunjung Situs Sangiran pernah mencapai 100.000 orang. Sejak krisis multidemensi, jumlah pengunjung pun terus berkurang.
Sangiran adalah daerah pedalaman yang terletak di lereng kaki Gunung Lawu, sekitar 17 km ke arah utara dari kota Solo. Secara administratif terletak di Kabupaten Sragen, dan sebagian terletak di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Luas wilayah situs yang sudah mendapat pengakuan internasional ini, kurang lebih 56 km2 yang mencakup tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Di kawasan ini, Anda bisa menemukan banyak informasi soal sisa-sisa kehidupan masa lampau. Selain itu, terdapat informasi lengkap tentang sejarah kehidupan manusia purba dengan segala hal yang ada di sekelilingnya. Dari soal tempat hidup, pola kehidupannya, satwa yang hidup bersamanya sampai proses terjadinya bentang alam dalam kurun waktu tidak kurang dari 2 juta tahun yang lalu. 


”Secara stratigrafis situs ini merupakan situs manusia purba berdiri tegak terlengkap di Asia yang kehidupannya dapat dilihat secara berurutan dan tanpa terputus sejak 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun yang lalu yaitu sejak Kala Pliosen Akhir hingga akhir Pleistosen Tengah,” papar Elfrida Anjarwati, salah seorang arkeolog Museum Sangiran, kepada SH, Sabtu (27/9) siang, di sela press tour bersama Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, I Gede Ardhika.
Dia menjelaskan, berdasarkan penelitian Sangiran awalnya adalah sebuah bukit yang dikenal dengan sebutan ”Kubah Sangiran”. Kubah itu kemudian tererosi pada bagian puncaknya sehingga membentuk sebuah depresi. Pada depresi itulah, tersingkap lapisan-lapisan tanah secara alamiah. Dari sinilah para ahli mendapatkan informasi yang sangat lengkap tentang kehidupan masa lampau
Pada 1977 Sangiran dan sekitarnya ditetapkan sebagai daerah cagar budaya. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya yang ke-20 di Merida, Mexico juga menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan World Heritage (warisan dunia) No. 593.


Sayang, selain situs bersejarah, Sangiran nyaris tak punya aspek lain yang diandalkan untuk menarik pengunjung. Apabila Anda datang ke Sangiran, jangan berharap untuk mendapatkan suasana lingkungan yang indah dan tertata rapi. Harapan itu sebaiknya dibuang jauh-jauh. Karena, memasuki daerah Sangiran berarti memasuki daerah terbuka yang tandus dan kering (terlebih jika datang pada musim kemarau). Kehidupan Sangiran didominasi kegiatan penduduknya membuat handicraft dari batu. Hasil keterampilan mereka berupa kapak dari batu yang menjadi bawaan manusia prasejarah dulu.


Solusi

Kawasan Sangiran merupakan salah satu objek wisata ilmiah yang kini tengah dikembangkan oleh Pemda Sragen. Bupati Sragen H. Untung Wiyono, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengucurkan dana miliaran rupiah untuk menjadikan Situs Sangiran menjadi salah satu objek wisata andalan yang siap dilempar ke pasaran.
Untuk mewujudkan hal itu, kata Untung Wiyono, ada beberapa langkah yang sudah dilakukan. Pertama dengan membenahi jalan masuk ke kawasan Sangiran, mendirikan menara pemantau berlantai tiga yang di atasnya dilengkapi dengan teleskop untuk melihat Kubah Sangiran. Tidak hanya itu, di lantai dasar juga tersedia home teater. Wisatawan yang datang akan disuguhi film terbaru tentang sejarah Sangiran dan manusia prasejarah pertama yang sudah berdiri tegak dengan durasi 20 menit.
Mereka yang ingin menonton film ini, hanya ditarik biaya murah, Rp 2.000. Di depan menara pantau, kini juga tengah dikerjakan tempat-tempat penginapan berupa home stay. Diharapkan, pembangunan home stay plus pengaspalan jalan, serta penataan kawasan Sangiran akan dapat memancing minat wisatawan nusantara dan mancanegara untuk datang ke sana melihat situs prasejarah terlengkap di Asia tersebut.
Selain itu, kata Bupati Sragen, pada tahun anggaran 2004 hingga 2005, pihaknya juga tengah mempersiapkan hutan prasejarah di kawasan Sangiran. Hutan yang diharapkan menjadi hutan wisata itu akan dibangun di wilayah Pagerejo, dengan luas lahan 230 hektar, yang kini hak kepemilikannya sudah di tangan Pemda Sragen. Di hutan prasejarah ini, Pemda Sragen ingin menciptakan suasana yang benar-benar menggambarkan masa lalu atau paling tidak akan menyerupai jurrasic park.
Setelah puas berkeliling dan melihat wilayah Sangiran lewat teleskop dan film, ada baiknya untuk datang ke museum Prasejarah Sangiran, yang terletak di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Sragen atau kurang lebih 3 km dari jalan Solo-Purwodadi. Jaraknya tidak jauh dari lokasi menara pantau, kira-kira 4 km. Untuk dapat masuk ke sana, setiap orang hanya dikenakan biaya tiket Rp 1.500. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil yang akan diperoleh, biaya tiket yang dikeluarkan tidak akan ada artinya. Karena, di museum itu pengunjung bisa melihat dari dekat 13.086 koleksi fosil manusia purba, binatang yang hidup pada masa itu, hingga peralatan yang digunakannya.
Kepala Museum Prasejarah Rus Mulya, koleksi yang ada tersimpan pada dua tempat, 2.931 di antaranya di ruang display, dan 10.875 di gudang penyimpanan. Masih menurut Rus Mulya, koleksi yang tersimpan di museum dikategorikan dalam kelompok cetakan fosil manusia, fosil hewan bertulang belakang (vertebrata), fosil binatang air, batuan, fosil tumbuhan laut, dan alat-alat batu.


sinarharapan


Sangiran Dalam Waktu ke Waktu

1893Untuk pertama kali Sangiran didatangi peneliti Eugene Dubois. Tetapi penelitian singkat itu tidak menghasilkan temuan yang dicari sehingga dokter dan ahli anatomi tidak berminat melanjutkannya.

1932
Untuk pertama kali wialyah Sangiran dipetakan oleh LJC van Es ke dalam peta geologi berskala 1:20.000

1934
Dengan berpedoman pada peta tersebut, GHR von Koenigswald untuk pertama kali melakukan survei eksploratif dan berhasil menemukan berbagai peralatan manusia purba.

1936Seorang penduduk menyerahkan sebuah fosil temuannya kepada GHR von Koenigswald yang ternyata adalah rahang kanan manusia purba. Temuan ini tercatat sebagai temuan pertama fosil manusia purba dari Sangiran yan kemudian diberinya kode S1 (Sangiran 1).

1937 sd 1941
Dengan bantuan penduduk setempat pada tahun 1937, 1938, 1939 dan 1941 Von Koenigswald brhasil menemukan fosil manusia purba Homo erectus.

1969
Ditemukan fosil Homo erectus terlengkap di Indonesia sekaligus merupakan satu-satunya fosil terlengkap di Asia yang ditemukan beserta dengan wajahnya.

1977
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 070/0/1977 tanggal 15 Maret 1977, daerah Sangiran ditetapkan sebagai daerah Cagar Budaya yang dilindungi oleh undang-undang.

1977
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Jogjakarta mulai melakukan penelitian secara intensif hingga sekarang yang diantaranya berhasil menghimpun fosil-fosil manusia dari Formasi Pucangan dan Grenzbank. Selain itu, juga menemukan gigi geraham hominid dan fosil binatang yang terletak pada Formasi Kabuh yang berkonteks dengan beberapa alat batu masif dan serpih.

1988
Dalam rangka kepentingan kepariwisataan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi mendirikan Museum Prasejarah Sangiran. Museum ini terletak di Desa Krikilan, di samping sebagai obyek wisata juga sebagai ajang pendidikan dan penelitian.

8 Oktober 1993
Transaksi fosil tengkorak manusia purba (Pithtchantrophus erectus) terjadi antara penduduk Sangiran dan Dr Donald Tyler seharga Rp 3.800.000. Sindikat fosil itu dapat terbongkar, tetapi tidak ada proses tindak lanjut secara hukum dari pelakunya.

20-23 Mei 1994
Pemerintah mulai melakukan pengembangan Situs Sangiran dengan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan yang dalam kesempatan ini bertema "Studi Perlindungan dan Pengembangan Situs Sangiran".

4-6 April 1995
Evaluasi Hasil Studi Perlindungan dan Pengembangan Situs Sangiran.

8-10 Juni 1995
Penyusunan Naskah Nominasi Situs Sangiran untuk diusulkan ke dalam Daftar Warisan Dunia.

11-13 September 1995
Studi Rencana Induk/Master Plan Pengembangan Situs Sangiran dilakukan.

1995Menyadari pentingnya nilai Situs Sangiran bagi perkembangan dunia ilmu pengetahuan khususnya maslah pemahaman evolusi manusia dan lingkungan alam, pemerintah mengusulkan situs ini ke UNESCO untuk dapat dimasukkan ke dalam World Heritage List atau daftar warisan dunia.

17 Januari 1996
Rapat Evaluasi Studai Master Plan (Rencana Induk) Situs Sangiran.

5 Desember 1996
Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Culture Heritage) oleh UNESCO sebagai kawasan "The Early Man Site" dengan No Penetapan (World Heritage List) C 593.

Januari 1997Mawardi, penduduk setempat menemukan fosil atau tengkorak Homo erectus.

23 April 2002
Rapat rencana kerja pmda Sragen untuk pengembangan Sangiran tahun 2002 dengan materi rapat: rencana pembentukan Badan Otorita Daerah, pengembangan infra struktural kawasan Sangiran untuk pariwisata, pembangunan menara pandang di Desa Pagerejo.

Mei 2002
Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Karanganyar bekerjasama dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas Sebelas Maret Surakarta mengadakan studi kelayakan terhadap tempat pembuangan sampah akhir di Desa Dayu dan Desa Jeruk Sawit, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. Hasil Penelitian menyatakan kedua empat tersebut layak untuk dijadikan tempat pembuangan sampah akhir.

17 Juni 2002Rapat Koordinasi Pemberdayaan Msyarakat Sangiran bersama Lembaga Pengabdian Msyarakat UNS, Surakarta.

25 Juni 2002
Rapat Koordinasi Pengembangan Sangiran oleh Direktirat Purbakala dan permuseuman di Jakarta.

26 Juni 2002
Rapat Koordianasi Pembentukan Badan Otorita Sangiran yang selanjutnya diberi nama Unit Koordinasi Pengembangan Kawasan Sangiran.

3 Juli 2002
Pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Karanganyar dan penduduk Kecamatan Gondangrejo, mengenai arti penting Situs Sangiran di Kecamatan Gandangrejo, Kabupaten Karanganyar, dnegna kesimpulan masyarakat Gondangrejo tidak mendukung keberadaan Situs Cagar Budaya Sangiran dan menghendaki wilayahnya dikeluarkan dari wilayah Cagar Budaya Sangiran.

15 Juli 2002
Pemda Karanganyar mengeluarkan surat No. 430/4071.12 tentang permohonan pencabutan Kecamatan Gondangrejo dikeluarkan dari kawasan Cagar Budaya.

31 Agustus 2002Pemkab Karanganyar mengeluarkan surat tentang permohonan pencabutan kawasan Cagar Budaya, pada wilayah yang akan digunakan untuk TPA (tempat pembuangan akhir sampah) seluas 13 ha di Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo.

Desember 2002Dinas Pariwisata Provinsi Jawa Tengah mulai membenahi Museum Sangiran dengan mengisi vitrin-vitrin dan partisi di ruang pertemuan yang akhirnya berubah menjadi ruang pamer.

Februari 2003
Pemerintah maupun lembaga profesi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia mengecam rencana Pemkab Karanganyar untuk membangun TPA di Desa Dayu. Alasannya lokasi tersebut merupakan zona inti dari keseluruhan Situs Sangiran dan tidak jauh dari tempat tersebut terbukti potensi terhadap temuan fosil-fosil manusia purba. Pemerintah menyrankan agar calon lokasi tempat pembuangan sampah dipindahkan di Desa Gares, Kecamatan Gondagrejo. Permasalahan konflik ini sampai sekarang masih mengambang.

2003
Lembaga profesi Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia mengecam rencana Pemkab Sragen membangun menara pandang dan infrastruktur lainnya di Desa Pagerejo karena daerah tersebut merupakan zonda inti dari Situs Sangiran dan di lokasi tersebut pada 1952 ditemukan fosil manusia purba Megantrophus paleojavanicus yang menggemparkan dunia ilmu pengetahuan. Tapi pihak Pemkab Sragen tetap bersikeras membangun menara pandang dan infrastruktur lainnya untuk kepentingan kepariwisataan.

2004
Penyusunan master plan Sangiran yang melibatkan stakeholder terkait.

Juni 2005Tim penelitian ekskavasi di Desa Dayu menemukan atap tengkorak belakang.

2007
Pemerintah membentuk lembaga Unit Pelaksana Teknis setingkat eselon III/a yang mengelola khusus masalah Sangiran dengan nomenklatur Balai Pelestarian Situs Manusia Purba sangiran.


sangiran.sragenkab

No comments:

Post a Comment