Burung Elang Jawa (Spizaetus
bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini
dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda.
Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka
Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan
penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005
di sekitar Air
Tiga Rasa di Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai sekarang saya
belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali.
Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul
menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu
Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung
paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap
pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris
tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.
Ketika
terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk
terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat
lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi,
berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga
tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli.
Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski
perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.
Gambaran lainnya, sorot mata dan
penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat,
berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan
berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara
menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain,
Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung
mitologis garuda
Populasi burung Elang Jawa di alam bebas
diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan
Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya
dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat.
Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori
Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995).
Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga
Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa
langka dirgantara.
Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas
di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di
daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan
pegunungan.
Bahkan saat ini, habitat burung ini
semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh
manusia, dampak
pemanasan global, dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa
hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango,
Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.
Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di
Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung
Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur
terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional
Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.
UPDATE
Nama latin untuk elang jawa kini
resminya telah berganti dari Spizaetus bartelsi menjadi Nisaetus
bartelsi.
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia;
Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Falconiformes; Famili: Accipitridae;
Genus: Nisaetus; Spesies: Nisaetus bartelsi. Nama
latin: Nisaetus bartelsi. Sinonim: Spizaetus bartelsi.
Ditulis dari berbagai sumber.
Foto: media.photobucket.com dan
www2.kompas.com
No comments:
Post a Comment