Babirusa merupakan hewan
endemik Sulawesi, Indonesia. Babirusa yang dalam bahasa latin
disebut sebagai Babyrousa babirussa hanya bisa dijumpai di
Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya seperti pulau Togian, Sula, Buru,
Malenge, dan Maluku. Sebagai hewan endemik, Babirusa tidak ditemukan di
tempat lainnya. Sayangnya satwa endemik ini mulai langka.
Sang binatang endemik Babirusa,
mempunyai tubuh yang meyerupai babi namun berukuran lebih kecil. Yang
membedakan dari babi dan merupakan ciri khas babirusa mempunyai taring
panjang yang mencuat menembus moncongnya. Lantaran bentuk tubuh dan
taring yang dipunyainya hewan endemik Sulawesi ini dinamakan babirusa.
Satwa endemik ini dalam bahasa inggris
sering disebut sebagai Hairy Babirusa, Babiroussa, Babirusa, Buru
Babirusa, ataupun Deer Hog. Sedangkan nama
latin hewan yang endemik Sulawesi, Indonesia ini disebut sebagai Babyrousa
babirussa dengan beberapa nama sinonim seperti Babyrousa
alfurus (Lesson, 1827), Babyrousa babirousa (Jardine,
1836), Babyrousa babirusa (Guillemard, 1889), Babyrousa
babirussa (Quoy & Gaimard, 1830), Babyrousa frosti
(Thomas, 1920), Babyrousa indicus (Kerr, 1792), Babyrousa
orientalis (Brisson, 1762), dan Babyrousa quadricornua
(Perry, 1811).
Satwa yang terancam punah
ini terdiri atas tiga subspesies yang masih bertahan hidup sampai
sekarang yaitu; Babyrousa babyrussa babyrussa, Babyrousa
babyrussa togeanensis, dan Babyrousa
babyrussa celebensis serta satu subspesies yang diyakini telah
punah yakni Babyrousa babyrussa bolabatuensis.
Ciri-ciri dan Perilaku Babirusa.
Babirusa mempunyai ciri khas bentuk tubuhnya yang menyerupai babi namun
mempunyai taring panjang pada moncongnya. Hewan endemik Indonesia ini
mempunyai tubuh sepanjang 85-105 cm. Tinggi babirusa sekitar 65-80 cm
dengan berat tubuh sekitar 90-100 kg. Binatang endemik yang langka ini
juga mempunyai ekor yang panjangnya sekitar 20-35 cm.
Babirusa (Babyrousa babirussa)
memiliki kulit yang kasar berwarna keabu-abuan dan hampir tak berbulu.
Ciri yang paling menonjol dari binatang ini adalah taringnya. Taring
atas Babirusa tumbuh menembus moncongnya dan melengkung ke belakang ke
arah mata. Taring ini berguna untuk melindungi mata hewan endemik
Indonesia ini dari duri rotan.
Babirusa termasuk binatang yang bersifat
menyendiri namun sering terlihat dalam kelompok-kelompok kecil dengan
satu babirusa jantan yang paling kuat sebagai pemimpinnya.
Babirusa mencari makan tidak menyuruk
tanah seperti babi hutan, tapi memakan buah dan membelah kayu-kayu mati
untuk mencari larva lebah. Babirusa menyukai buah-buahan seperti
mangga, jamur, dan dedaunan. Satwa langka endemik Indonesia ini suka
berkubang dalam lumpur sehingga menyukai tempat-tempat yang dekat dengan
sungai.
Babirusa betina hanya melahirkan sekali
dalam setahun dengan jumlah bayi satu sampai dua ekor sekali melahirkan.
Masa kehamilannya berkisar antara 125 hingga 150 hari. Selah melahirkan
bayi babirusa akan disusui induknya selama satu bulan. Setelah itu akan
mencari makanan sendiri di hutan bebas. Hewan endemik ini dapat
bertahan hingga berumur 24 tahun.
Babirusa termasuk binatang yang pemalu
dan selalu berusaha menghindar jika bertemu dengan manusia. Namun jika
merasa terganggu, hewan endemik Sulawesi ini akan menjadi sangat buas.
Habitat, Populasi, Persebaran,
dan Konservasi. Babirusa (Babyrousa babyrussa)
tersebar di seluruh Sulawesi bagian utara, tengah, dan tenggara, serta pulau
sekitar seperti Togian, Sula, Malenge, Buru., dan Maluku. Satwa langka
endemik ini menyukai daerah-daerah pinggiran sungai atau kubangan lumpur
di hutan dataran rendah.
Beberapa wilayah yang diduga masih
menjadi habitat babirusa antara lain Taman
Nasional Bogani Nani Wartabone dan Cagar Alam Panua. Sedangkan di
Cagar Alam Tangkoko, dan Suaka Margasatwa Manembo-nembo satwa unik
endemik Sulawesi ini mulai langka dan jarang ditemui.
Populasinya hingga sekarang tidak
diketahui dengan pasti. Namun berdasarkan persebarannya yang terbatas oleh IUCN
Redlist satwa endemik ini didaftarkan dalam kategori
konservasi Vulnerable (Rentan) sejak tahun 1986. Dan oleh CITES
binatang langka dan dilindungi inipun didaftar dalam Apendiks I yang
berarti tidak boleh diburu dan
diperdagangkan.
Berkurangnya populasi babirusa
diakibatkan oleh perburuan untuk
mengambil dagingnya yang dilakukan oleh masyrakat sekitar.
Selain itu deforestasi
hutan sebagai habitat utama hewan endemik ini dan jarangnya
frekuensi kelahiran membuat satwa endemik ini semakin langka.
Babirusa (Babyrousa babyrussa)
yang merupakan satwa endemik Sulawesi Indonesia tentunya tidak akan bisa
ditemui di negara manapun selain di negeri kita. Jika kita masih tetap
tidak peduli tentunya seluruh umat di bumi akan kehilangan. Biasanya,
sesuatu baru terasa berharga jika sesuatu itu telah tidak ada. Akankah
hal ini berlaku pada sang endemik Indonesia, babirusa?
Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia;
Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Artiodactyla; Famili: Suidae;
Genus: Babyrousa; Spesies: Babyrousa
babyrussa (Linnaeus, 1758)
Sinonim: Babyrousa alfurus
(Lesson, 1827), Babyrousa babirousa (Jardine, 1836), Babyrousa
babirusa (Guillemard, 1889), Babyrousa babirussa (Quoy
& Gaimard, 1830), Babyrousa frosti (Thomas, 1920), Babyrousa
indicus (Kerr, 1792), Babyrousa orientalis (Brisson,
1762), dan Babyrousa quadricornua (Perry, 1811).
Referensi dan gambar:
www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/2461/0; www.celebio.org;
No comments:
Post a Comment