Owa Jawa (Hylobates
moloch) merupakan spesies kera kecil tanpa ekor dengan
rambut berwarna abu-abu dan memiliki nyanyian yang indah. Bulu Owa Jawa,
bodi tubuhnya yang kecil langsing dan paling seksi dibanding jenis kera
lainnya serta gerakannya yang gesit membuat Owa Jawa terlihat genit.
Sayangnya, Owa Jawa termasuk hewan yang mulai langka dan nyaris punah
sehingga oleh IUCN Redlist dikategorikan dalam status
konservasi “endangered” (Terancam Punah).
Owa Jawa yang merupakan satwa endemik
pulau Jawa ini dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Silvery Javan
Gibbon, Javan Gibbon, Moloch Gibbon, dan Silvery
Gibbon. Sedangkan dalam bahasa latin (ilmiah) anggota Ordo
Primates (Primata) ini disebut sebagai Hylobates moloch (Audebert,
1798) yang bersinonim dengan Hylobates cinera Cuvier
(1798); Hylobates javanicus (Matchie, 1893); Hylobates
leucisca (Schreber, 1799); dan Hylobates pongoalsoni
(Sody, 1949).
Ciri-ciri dan Perilaku.
Owa Jawa (Hylobates moloch) merupakan primata yang berukuran
kecil dengan panjang tubuh hanya sekitar 80 cm. Tubuhnya lebih kecil,
langsing, dan seksi dibandingkan dengan kera lainnya yang cenderung
gendut. Pada bagian tubuh Owa Jawa ditutupi dengan bulu yang berwarna
abu-abu keperakan sedangkan pada bagian muka berkulit hitam pekat. Owa
jawa tidak mempunyai ekor.
Owa Jawa (Hylobates moloch)
termasuk jenis kera pohon sejati (arboreal monkey) karena
hampir sepanjang hidupnya primata ini tidak pernah turun dari atas
pohon. Uniknya, meski dikenal sebagai raja pohon, Owa Jawa justru
termasuk kera yang berjalan dengan tegak alias tidak menggunakan keempat
tangan dan kakinya, melainkan mengandalkan kedua kakinya untuk
berjalan.
Owa Jawa termasuk satwa yag beraktifitas
di siang hari. Mulai aktif pada pagi hari sekitar pukul 05.00 dan
mencapai puncaknya antara pukul 08.30-12.00. Aktifitasnya akan mulai
lagi sekitar pukul 14.30-17.30 sampai menemukan pohon yang dapat
digunakan sebagai tidur. Salah satu kebiasaan khas Owa Jawa adalah
mengeluarkan nyanyian (suara-suara khas) pada pagi hari ketika memulai
aktifitasnya.
Makanan Owa Jawa meliputi buah-buahan,
dedaunan, dan terkadang makan serangga sebagai tambahan protein. Owa
jawa dalam mencari makan selalu berpindah-pindah secara berkelompok
menjelajah dari satu pohon ke pohon lainnya dalam daerah teritorialnya.
Primata langka dan terancam kepunahan ini dalam kehidupannya bersifat
monogami, yaitu hanya mempunyai satu pasangan semasa hidupnya.
Habitat dan populasi.
Owa Jawa merupakan satwa endemik pulau Jawa dan hanya mendiami pulau
Jawa bagian barat dan tengah. Habitat yang disukai Owa Jawa adalah hutan
dataran rendah dengan pohon-pohon yang rapat (lebat).
Berdasarkan data International
Konservasi Indonesia (2009) populasi Owa Jawa yang genit ini
diperkirakan tersisa sekitar 4.000 – 5.000 ekor saja. Owa Jawa ini
terdistribusi terbatas di tiga taman nasional, yaitu TN Ujung Kulon, TN
Gunung Gede Pangrango, dan TN Gunung Halimun. Selain itu, beberapa Owa
Jawa dapat dijumpai di beberapa cagar alam seperti Cagar Alam Simpang,
Papandayan, Talaga Warna, Tilu, Kendeng, dan Slamet.
Konservasi. Lantaran
populasinya semakin menurun, IUCN Redlist memasukkan Owa Jawa dalam
status konservasi “Endangered” (EN; Terancam Punah). Selain itu, CITES
juga memasukkan primata langka ini dalam daftar Apendiks I yang berarti
tidak boleh diperjualbelikan.
Penyebab utama semakin langkanya Owa
Jawa adalah berkurangnya habitat akibat kerusakan hutan (deforestasi)
dan konversi lahan pertanian. Padahal Owa Jawa termasuk satwa yang
sangat ‘mencintai’ teritorialnya dimana meskipun wilayahnya (teritorial)
mulai habis primata yang nyaris punah ini tetap bergeming dan tidak mau
berpindah. Hal ini berpotensi membuat Owa Jawa mati kelaparan.
Selain hilangnya hutan sebagai habitat
Owa Jawa, perburuan liar juga memjadi penyebab semakin langkanya Owa
Jawa. Seringkali perburuan dilakukan dengan cara menembak mati induk Owa
Jawa untuk mengambil anaknya.
Salah satu langkah konservasi untuk
menghindarkan Owa Jawa dari kepunahan adalah pembentukan Pusat
Rehabilitasi dan Penyelamatan Owa Jawa Bodogol di Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango. Di pusat rehabilitasi ini dipelihara sejumlah Owa Jawa
kemudian dilakukan upaya perjodohan antar Owa Jawa sebelum dilepas di
alam liar. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan selain hewan monogami,
Owa Jawa tidak akan dapat bertahan bila dilepas di hutan tanpa
berpasangan karena terkait proses perkawinan dan perlindungan wilayah.
Langkah konservasi yang dilakukan oleh
Pusat Rehabilitasi dan Penyelamatan Owa Jawa Bodogol merupakan kabar
gembira buat Owa Jawa dan kita semua. Namun langkah ini tentunya tidak
cukup berarti menghindarkan Si Genit Owa Jawa dari kepunahan tanpa
penegakan hukum yang ketat termasuk sinergi kebijakan pemda yang sejalan
dengan pemerintah pusat. Yang terakhir tentunya, kepedulian seluruh
lapisan masyarakat untuk tidak menangkap dan memelihara Si Genit Owa
Jawa yang nyaris punah
ini.
Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animal; Filum:
Chordata; Subfilum: Vertebrata; Kelas: Mamalia; Ordo: Primata; Kelas:
Hylobatidae; Genus: Hylobates; Spesies: Hylobates moloch
(Audebert, 1798); Sinonim; Hylobates cinera Cuvier
(1798); Hylobates javanicus (Matchie, 1893); Hylobates
leucisca (Schreber, 1799); dan Hylobates pongoalsoni
(Sody, 1949).Referensi dan gambar: www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/10550/0; sains.kompas.com/read/2009/03/10/19464156/Populasi.Owa.Jawa.Semakin.Terancam.
No comments:
Post a Comment