Monday, December 5, 2011

Kabar Benua Atlantis di Al Qur’an


Ini artikel yang saya temukan di Internet, entah siapa penulisnya, mungkin ada benarnya penisbahan ayat-ayat al-Qur’an yang dikutipnya dengan kejadian Kemusnahan peradaban Atlantis dulu (11.600 tahun yang lalu). Untuk melengkapi kajian dan penelitian tentang Peradaban Atlantis. Semoga bisa diambil pelajaran darinya. (Red. Ahmad Samantho)
Kabar kehancuran benua Atlantis di Al Quran :
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir, maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.
QS. al-Mu’minun (23) : 41
Kemudian Kami ciptakan sesudah… mereka umat-umat yang lain.
QS. al-Mu’minun (23) : 42
Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkir balikkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kamu.
QS. al-Isra’ (17) : 68
Atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin taupan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami.
QS. al-Isra’ (17) : 69
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
QS. al-Isra’ (17) : 70
Maka (masing-masing) mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras. QS. al-Haqqah (69) : 10 Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera,
QS. al-Haqqah (69) : 11
agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.
QS. al-Haqqah (69) : 12
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
(QS. 17:16)
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
(QS. 12:111)
MAHA BENAR ALLAH DGN SEGALA FIRMANNYA…
Di buku The lost continent finally found nya Arysio Santos, atlantis juga disebut Atala Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lai…n-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip.
Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain. Setelah terjadi letusan krakatau dan tambora, atlatis pulao surga jadi neraka dan KOSONG dan ini lah yg di ingat oleh para leluhur atlantis yg melarikan diri ke benua lain lalu apakah ada hubungan antara makna kata atala/atlantis (setelah hancur/kosong) dengan makna atala pada al-Quran di bawah ???? apa pendapat anda ?? ‘ATHAL (Kekosongan) ‘Athal adalah bentuk mashdar (noun) dari kata kerja ‘athila – ya‘thalu (عَطِلَ – يَعْطَل), tersusun dari huruf-huruf ‘ain, tha, dan lam yang arti denotasinya “kosong”, “luang”. Makna itu kemudian berkembang menjadi, antara lain: “tak berpenghuni” (rumah) karena isinya kosong; “terlantar” digunakan untuk binatang gembala yang tidak ada penjaganya; “tidak berair” (sumur); “tidak mengenakan pakaian” (wanita); “libur” karena sekolah/kantor dikosongkan; “menganggur” karena kosong dari pekerjaan; “macet” karena kosong dari fungsinya; “tunda” karena mencari waktu luang yang lain; “tidak hujan” karena ada mendung tetapi tidak turun. Kata ‘athal dan pecahannya di dalam al-Quran terulang dua kali, di mana masing-masing dalam bentuk kata kerja lampau muannats, ‘uththilat (عُطِّلَتْ = ditinggalkan) yang terdapat di dalam S. At-Takwîr [81]: 4 dan bentuk ism maf’ûl muannats, mu‘aththalah(مُعَطَّلَة = yang dikosongkan, yang ditinggalkan) yang terdapat pada S. Al-Hajj [22]: 45. Masing-masing bunyi teks dan terjemahannya sebagai berikut: pertama, wa idza al-‘isyâru ‘uththilat (وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ = dan ketika unta-unta yang bunting ditinggalkan [tidak diperdulikan]); kedua, faka’ayyin min qaryatin ahlaknâhâ wa hiya zhâlimatun fahiya khâwiyatun ‘alâ ‘urûsyihâ wa ba‘rin mu‘aththalatin wa qashrin masyîd (فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةً أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِِِيَةٌ عَلَى عُرُوْشِهَا وَبَعْرٍ مَعَطَّلَةٍ وَقَصِرٍ مَشِيْدٍ= Berapa kota yang Kami telah binasakan, yang penduduknya dalam keadaan lalim, tembok-tembok kota itu roboh menutupi atap-atapnya, dan (berapa banyak pula) sumur dan istana tinggi yang telah ditinggalkan).
Ulama berbeda pendapat mengenai makna kata ‘uththilat di dalam S. At-Takwîr [81]: 4.
Imam As-Suyuthi dan Mujahid mengartikannya dengan “ditinggalkan”; Ubay bin Ka‘ab dan Ad-Dhahak mengartikannya dengan “diabaikan”; Ar-Rabi‘ bin Haisam mengartikannya dengan “tidak ada penjaganya” karena di dalam ayat tersebut kata ‘uththilat dikaitkan dengan unta-unta hamil. Meskipun mereka berbeda dalam memaknai kata tersebut, namun maksudnya sama, yaitu ketika unta-unta hamil itu ditinggalkan oleh pemiliknya. Ayat ini, menurut al-Qurthubi, menggambarkan sebagian dari situasi di hari kiamat, di mana sekitarnya ada orang yang memiliki unta-unta hamil yang bagi orang-orang Arab merupakan harta yang sangat berharga ketika ayat ini turun, namun kemudian diterlantarkan dan tidak dihiraukan lagi karena sibuk mengurusi diri mereka sendiri. Adayang berpendapat, maksud ayat tersebut adalah ketika manusia dibangkitkan dari kubur juga seluruh harta miliknya, termasuk unta-unta yang sedang hamil tua. Pada saat itu, manusia tidak lagi menghiraukan hartanya itu, termasuk yang unta-unta yang sedang hamil tua dan uang sangat disayangi ketika di dunia, karena mengurusi dirinya sendiri.
Adapun kata mu‘aththalah di dalam S. Al-Hajj [22]: 45 berkedudukan sebagai kata sifat dari kata bi‘r (بِعْرٌ = sumur). Tafsirnya diperselisihkan oleh ulama. Ada yang berpendapat artinya adalah (sumur) yang ditinggalkan, seperti kata As-Suyuti dan Ad-Dhahak. Ibnu Katsir mengartikannya dengan sumur yang tidak lagi menjadi sumber air minum dan tidak ada lagi orang yang mendatanginya. Ada juga yang berpendapat, maknanya adalah tidak berair, atau tidak ada pemiliknya karena telah binasa, atau tidak ada tali dan timbanya. Semua pendapat tersebut mempunyai kemiripan. Pada intinya sumur itu tidak lagi digunakan karena kosong airnya, atau ditinggalkan/diterlantarkan oleh pemiliknya, atau kosong dari tali dan timba. Perbedaan itu terjadi karena mereka berusaha menyesuaikan makna dasar mu‘aththalah, yaitu “kosong” yang disesuaikan dengan konteks kalimatnya. Penggunaan mu‘aththalah di dalam ayat tersebut berkaitan dengan banyaknya umat terdahulu yang dibinasakan Allah dengan menghancurkan kotanya, meruntuhkan istananya, dan mengeringkan sumurnya, karena mereka menzhalimi diri mereka sendiri dengan menentang para rasul yang diutus Allah kepada mereka. Ayat ini merupakan penghibur dan pembesar hati Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah, juga bagi umatnya, di mana nabi-nabi terdahulu juga mengalami dan berhadapan dengan umatnya yang menentang ajaran yang mereka bawa, tetapi pada akhirnya para penentang itulah yang binasa.
Salam Atlantis…

No comments:

Post a Comment