Ini artikel yang saya temukan di
Internet, entah siapa penulisnya, mungkin ada benarnya penisbahan ayat-ayat
al-Qur’an yang dikutipnya
dengan kejadian Kemusnahan peradaban Atlantis dulu (11.600 tahun yang
lalu). Untuk melengkapi kajian dan penelitian tentang Peradaban
Atlantis. Semoga bisa diambil pelajaran darinya. (Red. Ahmad Samantho)
Kabar kehancuran benua Atlantis
di Al Quran :
Maka dimusnahkanlah mereka
oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai)
sampah banjir, maka kebinasaanlah bagi orang-orang
yang zalim itu.
QS. al-Mu’minun
(23) : 41
Kemudian Kami ciptakan
sesudah… mereka umat-umat yang lain.
QS. al-Mu’minun
(23) : 42
Maka apakah kamu merasa aman
(dari hukuman Tuhan) yang menjungkir balikkan sebagian daratan bersama
kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu
kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kamu.
QS. al-Isra’
(17) : 68
Atau apakah kamu merasa aman
dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali
lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin taupan dan ditenggelamkan-Nya
kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang
penolongpun dalam hal ini terhadap
(siksaan) Kami.
QS. al-Isra’
(17) : 69
Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan.
QS. al-Isra’
(17) : 70
Maka (masing-masing)
mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka
dengan siksaan yang sangat keras. QS. al-Haqqah (69) : 10
Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa
(nenek moyang) kamu ke dalam bahtera,
QS. al-Haqqah
(69) : 11
agar Kami jadikan peristiwa itu
peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau
mendengar.
QS. al-Haqqah
(69) : 12
Dan jika Kami hendak
membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang
yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah) tetapi mereka
melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami),
kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
(QS. 17:16)
Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman.
(QS. 12:111)
MAHA BENAR ALLAH DGN SEGALA FIRMANNYA…
Di buku The lost continent finally
found nya Arysio Santos, atlantis juga disebut Atala Dari
Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang
kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia,
Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lai…n-lain.
Budaya-budaya ini mengenal mitos
yang sangat mirip.
Nama Atlantis diberbagai suku bangsa
disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan,
Aztlan, Tluloc, dan lain-lain. Setelah terjadi
letusan krakatau dan tambora, atlatis pulao surga jadi neraka dan KOSONG
dan ini lah yg di ingat oleh para leluhur atlantis yg melarikan diri ke
benua lain lalu apakah ada hubungan antara makna kata atala/atlantis
(setelah hancur/kosong) dengan makna atala pada al-Quran
di bawah ???? apa pendapat anda ?? ‘ATHAL (Kekosongan) ‘Athal
adalah bentuk mashdar (noun) dari kata kerja ‘athila –
ya‘thalu (عَطِلَ – يَعْطَل), tersusun dari huruf-huruf
‘ain, tha, dan lam yang arti
denotasinya “kosong”, “luang”. Makna itu kemudian berkembang menjadi,
antara lain: “tak berpenghuni” (rumah) karena isinya kosong; “terlantar”
digunakan untuk binatang gembala yang tidak ada penjaganya; “tidak
berair” (sumur); “tidak mengenakan pakaian” (wanita); “libur” karena
sekolah/kantor dikosongkan; “menganggur” karena kosong dari pekerjaan;
“macet” karena kosong dari fungsinya; “tunda” karena mencari waktu luang
yang lain; “tidak hujan” karena ada mendung tetapi tidak turun. Kata
‘athal dan pecahannya di dalam al-Quran
terulang dua kali, di mana masing-masing dalam bentuk
kata kerja lampau muannats, ‘uththilat (عُطِّلَتْ = ditinggalkan) yang
terdapat di dalam S. At-Takwîr
[81]: 4 dan bentuk ism maf’ûl muannats, mu‘aththalah(مُعَطَّلَة = yang
dikosongkan, yang ditinggalkan) yang terdapat pada S. Al-Hajj
[22]: 45. Masing-masing bunyi teks dan
terjemahannya sebagai berikut: pertama, wa idza al-‘isyâru
‘uththilat (وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ = dan ketika unta-unta
yang bunting ditinggalkan [tidak diperdulikan]); kedua, faka’ayyin min
qaryatin ahlaknâhâ wa hiya zhâlimatun fahiya khâwiyatun ‘alâ ‘urûsyihâ
wa ba‘rin mu‘aththalatin wa qashrin masyîd (فَكَأَيِّنْ مِنْ قَرْيَةً
أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِِِيَةٌ عَلَى عُرُوْشِهَا
وَبَعْرٍ مَعَطَّلَةٍ وَقَصِرٍ مَشِيْدٍ= Berapa kota yang Kami telah
binasakan, yang penduduknya dalam keadaan lalim, tembok-tembok
kota itu roboh menutupi atap-atapnya, dan (berapa
banyak pula) sumur dan istana tinggi yang telah ditinggalkan).
Ulama berbeda pendapat
mengenai makna kata ‘uththilat di dalam S. At-Takwîr
[81]: 4.
Imam As-Suyuthi
dan Mujahid mengartikannya dengan “ditinggalkan”; Ubay bin Ka‘ab dan Ad-Dhahak
mengartikannya dengan “diabaikan”; Ar-Rabi‘ bin Haisam
mengartikannya dengan “tidak ada penjaganya” karena di dalam ayat
tersebut kata ‘uththilat dikaitkan dengan unta-unta
hamil. Meskipun mereka berbeda dalam memaknai kata
tersebut, namun maksudnya sama, yaitu ketika unta-unta
hamil itu ditinggalkan oleh pemiliknya. Ayat ini, menurut al-Qurthubi,
menggambarkan sebagian dari situasi di hari kiamat, di mana sekitarnya
ada orang yang memiliki unta-unta hamil yang bagi
orang-orang Arab merupakan
harta yang sangat berharga ketika ayat ini turun, namun kemudian
diterlantarkan dan tidak dihiraukan lagi karena sibuk mengurusi diri
mereka sendiri. Adayang berpendapat, maksud ayat tersebut adalah ketika
manusia dibangkitkan dari kubur juga seluruh harta miliknya, termasuk
unta-unta yang sedang hamil
tua. Pada saat itu, manusia tidak lagi menghiraukan hartanya itu,
termasuk yang unta-unta yang sedang hamil
tua dan uang sangat disayangi ketika di dunia, karena mengurusi dirinya
sendiri.
Adapun kata mu‘aththalah
di
dalam S. Al-Hajj [22]: 45
berkedudukan sebagai kata sifat dari kata bi‘r (بِعْرٌ = sumur).
Tafsirnya diperselisihkan oleh ulama. Ada yang berpendapat artinya
adalah (sumur) yang ditinggalkan, seperti kata As-Suyuti
dan Ad-Dhahak. Ibnu Katsir
mengartikannya dengan sumur yang tidak lagi menjadi sumber air minum
dan tidak ada lagi orang yang mendatanginya. Ada juga yang berpendapat,
maknanya adalah tidak berair, atau tidak ada pemiliknya karena telah
binasa, atau tidak ada tali dan timbanya. Semua pendapat tersebut
mempunyai kemiripan. Pada intinya sumur itu tidak lagi digunakan karena
kosong airnya, atau ditinggalkan/diterlantarkan oleh pemiliknya, atau
kosong dari tali dan timba. Perbedaan itu terjadi karena mereka berusaha
menyesuaikan makna dasar mu‘aththalah, yaitu “kosong” yang disesuaikan
dengan konteks kalimatnya. Penggunaan mu‘aththalah di dalam ayat
tersebut berkaitan dengan banyaknya umat terdahulu yang dibinasakan
Allah dengan menghancurkan kotanya, meruntuhkan istananya, dan
mengeringkan sumurnya, karena mereka menzhalimi diri mereka sendiri
dengan menentang para rasul yang diutus Allah kepada mereka. Ayat ini
merupakan penghibur dan pembesar hati Nabi Muhammad Saw. dalam berdakwah,
juga bagi umatnya, di mana nabi-nabi terdahulu juga
mengalami dan berhadapan dengan umatnya yang menentang ajaran yang
mereka bawa, tetapi pada akhirnya para penentang itulah yang binasa.
Salam Atlantis…
No comments:
Post a Comment