Menurut Wisnu Agung Prasetya, salah satu anggota tim, setelah bekerja 10 bulan lebih, mencoba untuk mencari dan meneliti fakta dan data bencana di abad modern ataupun jaman purba yang katastropik, yang dampaknya menghilangkan peradaban.
“Yang mengagetkan bagi tim adalah dalam lokasi-lokasi riset kami, dengan pendekatan trenching, coral, uji radar, geolistrik dan sebagainya, ternyata kami menemukan peradaban masa silam seperti seni bangunan, yang secara usia mencengangkan,” kata Wisnu dalam siaran pers.
Namun Wisnu menolak menyebut lokasi yang dimaksud. Wisnu mengungkapkan, lokasinya berada di kawasan Priangan yang juga meliputi Banten Selatan.
Tim meyakini, peradaban yang hilang ini tenggelam karena mega tsunami semacam yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 lalu.
“Padahal di Aceh ada kata Ie Beuna artinya ombak besar bergulung-gulung yang artinya pernah ada tsunami di Aceh di waktu-waktu sebelumnya. Logis jika ada peradaban dan pengetahuan yang terpendam,” kata Wisnu lagi.
Kota yang tenggelam dibawah laut biasanya meninggalkan artifak yang jauh lebih utuh karena tak terjamah oleh tangan manusia.
Dan temuan ini adalah temuan pertama kota kuno bawah laut di Indonesia. Penemuan ini mengingatkan beberapa tahun lalu ditemukannya kota tertua dibawah laut di daerah Yunani. (baca: Pavlopetri, Situs Kota Bawah Laut Tertua di Dunia)
Tim ini bekerja bukan khusus untuk meneliti kebudayaan kuno. Tim ini untuk mendukung kebutuhan pokok mitigasi kebencanaan.
“Pembuatan zonasi gempa berdasarkan zonasi sumber gempa dan fungsi atenuasi yang disempurnakan, juga penelitian tentang kekuatan, daktilitas, perkuatan dan perbaikan struktur bangunan terhadap pembebanan seismik, pengembangan metode prediksi gempa dengan metode tertentu,” kata Wisnu.
Dan yang terpenting, lanjutnya, riset ini adalah uji materi, bahkan memasukkan kasus yang sama sekali baru untuk pembuatan katalog tsunami dan pemetaan potensi gempa pembangkit tsunami, yang terjadi dalam waktu-waktu yang lampau.
“Ada missing link yang harus dijembatani, dari berbagai periode sejarah ini.
Pendekatan geologis, arkeologis, antropologis, dan penelitian yang komprehensif mesti diambil alih oleh negara dan dapat dicagarkan, terutama seni bangunan dan pengetahuan yang tersimpan.
Harapannya menjadi pusat penelitian masyarakat, wisata kebudayaan nantinya, dan kebanggaan nasional,” katanya.
Selat Sunda di mana Gunung Krakatau terbentang telah memunculkan spekulasi sebagai pusat dari legenda Atlantis yang hilang. Argumen ini dikemukakan Arysio Santos, seorang geolog dari Amerika Latin. (baca: Mungkin, Nusantara adalah The Atlantis yang hilang dan kini dicari)
Belakangan, Stephen Oppenheimer, genetikawan Inggris, menulis buku “Eden in the East” yang menyimpulkan Asia Tenggara merupakan pusat penyebaran genetika kedua manusia setelah keluar dari Afrika.(baca: Ilmuwan: Peradaban Dunia Berawal dari Indonesia!)
Pusat penyebaran tersebut menurut Oppenheimer, kemudian tenggelam ketika es mencair pada kurun antara 14.000 sampai 8.000 tahun yang lalu.
Namun khusus temuan di daerah Priangan oleh tim studi bencana katastropika purba di Indonesia masih bersifat dirahasiakan untuk menjaga artifak dan untuk kepentingan situs tersebut. (np/vivanews/icc.wp.com)
No comments:
Post a Comment