Dari Peradaban awal manusia di
Atlantis (Nusantara) ke Plato lalu kembali
Indonesia kini.
“Setiap umat
mempunyai batas waktu (ajal-nya), makakala ia telah tiba, maka mereka
tidak akan bisa mengundurkannya sesaat pun, tidak pula mereka bisa
memajukannya.” (QS 7:34)
Bulan-bulan ini bangsa Indonesia diharu-biru oleh berbagai isu, ketegangan konflik dan meningkatnya suhu politik, serta berbagai perilaku aneh para politisi dan kontestan pemilu caleg yang gagal. Ada yang stress, depresi berat, lalu gila. Ada yang ‘mutung’ mengambil kembali barang bantuannya yang sudah diberikannya ketika kampanye tapi gagal menang pileg. Bahkan tidak sedikit yang bunuh diri, dan-atau melakukan pembunuhan.
Fenomena-fenomena aneh dalam praktek kehidupan sosial dan sistem politik bangsa Indonesia saat ini semakin memperlihatkan praktek dan perwujudan cara berfikir (filsafat/pandangan dunia) yang jauh dari realisasi asasi nilai-nilai luhur Panca Sila: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyaratan-perwakilan”. Jelasnya hampir semua (sebagian besar) perilaku sosial-politik bangsa Indonesia kini didominasi kendali paham pikir keserakahan materialistis. Prinsip falsafah Pancasilais: ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dan ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” telah tergusur oleh falsafah ”Keuangan yang maha kuasa” dan ”Kebinatangan yang zalim dan biadab”.
http://www.scribd.com/doc/495638/Atlantis-Jejak-Sejarah-Pengetahuan-Manusia?autodown=pdfPraktek kehidupan sosial-politik dan ekonomi anak bangsa tak lagi terpimpin oleh semangat kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah-Kebijaksaan. Demokrasi masih menjadi sekedar menjadi alat formal-prosedural pengumpul legitimasi untuk berkuasanya para elite politik-ekonomi. Paling tidak itulah yang dirasakan oleh beberapa pengamat dan tokoh-tokoh yang prihantin dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Lalu apa hubungannya
dengan Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup
427-347 Sebelum Masehi (SM)? Plato adalah salah seorang murid Socrates,
filosof arif bijaksana, yang kemudian mati diracun
oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Setelah kematian
gurunya, Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir.
Pada tahun 387 SM dia
kembali ke Athena dan mendirikan Academy, sebuah
sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian
menjadi model buat universitas
moderen. Murid yang paling terkenal dari Academy tersebut adalah
Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap filsafat
sampai saat ini.
Demi pemeliharaan Academy, banyak
karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk
surat-surat dan dialog-dialog,
yang paling terkenal adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek
yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari
politik hingga ilmu alam.
Dua dari dialognya, Timeaus
and Critias, memuat satu-satunya referensi orsinil tentang
pulau Atlantis (the island of
Atlantis).
Plato menyatakan bahwa
puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung
berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir.
Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian
itulah yang disebutnya benua yang
hilang atau Atlantis.
Penelitian
mutakhir yang dilakukan oleh Prof. Dr.
Aryso Santos, menegaskan teorinya bahwa
Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut
Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia
menghasilkan buku Atlantis,
The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of
Plato’s Lost Civilization (2005). Santos
menampilkan 33 perbandingan ciri-ciri dari 12
lokasi di muka bumi yang diduga
para sarjana lain sebagai situs Atlantis, seperti luas
wilayahnya, cuacanya, kekayaan alamnya, gunung berapinya, dan cara
bertaninya, dll. yang akhirnya Santos menyimpulkan bahwa
Atlantis itu adalah Indonesia sekarang. Salah
satu buktinya adalah sistem terasisasi sawah yang khas
Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi
oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir,
dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.
Aryso Santos juga menerapkan
analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis dalam
penelitiannya. Dia banyak mendapatkan
petunjuk dari reflief-relief dari bangunan-bangunan dan artefak
bersejarah dan piramida di Mesir, kuil-kuil suci
peninggalan peradaban Maya dan Aztec di Amerika Selatan, candi-candi dan
artefak-artefak bersejarah peninggalan peradaban Hindu di lembah
sungai Hindustan (Peradaban Mohenjodaro dan Harrapa). Juga dia
mengumpulkan petunjuk-petunjuk dari naskah-naskah kuno, kitab-kita suci
berbagai agama seperti the Bible dan kitab suci Hindu Rig
Veda, Puranas, dll.
Konteks Indonesia Secara Geologis
dan Geografis
Santos menetapkan bahwa pada masa
lalu itu Atlantis merupakan
benua yang membentang dari bagian selatan India,
Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan
Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah
itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi
oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri
dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Teori Plato
menerangkan bahwa Atlantis merupakan
benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan
meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput
oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) . Dengan meletusnya
berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar
terletak di wilayah
Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput
oleh air yang berasal dari es yang mencair. Di antaranya
letusan gunung Meru di India
Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa
Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk
Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung Toba yang
meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian
hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan
Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.
Kata
Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang
berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia
(Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa
wilayah Atlantis pada saat itu
merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan
alam, ilmu pengetahuan-teknologi, dan lain-lainnya. Plato menduga bahwa
letak Atlantis itu di Samudera
Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi
oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.Ocean
berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti
mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang
oleh ahli-ahli di kemudian
hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen
Hawking.
Santos berbeda dengan Plato mengenai
lokasi Atlantis. Ilmuwan
Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya
letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es di muka
bumi mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air
dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera
dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar
samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa.
Gempa ini diperkuat lagi oleh
gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan
menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos, dengan mengutip teori
para geolog, menamakannya sebagai Heinrich Events, bencana katastrop
yang berdampak global. Beberapa artikel resume dari buku Aryso Santos
ini
dipublikasikan di situs internetnya di http://www.atlan.org.
Menurut Santos, dalam usaha
mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato
telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang
katanya datar. Kedua, mengenai letak benua
Atlantis yang katanya berada di Samudera
Atlantik yang ditentang oleh Santos.
Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik
terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu.
Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, “Amicus
Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato
tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”
Priyatna mengatakan: ”Namun, ada
beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat.
Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah
Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai
wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah
atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya
ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango,
Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu
telah atau sedang aktif kembali.”
Ketiga, soal semburan
lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut
menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut
ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan.
Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible
barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui),
atau in navigable (tidak dapat dilalui),
tidak bisa ditembus atau dimasuki.
Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan
remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim
kanalisasi di wilayah tersebut. Ada
kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari
masa yang lampau.
Menurut Priyatna,
bahwa Indonesia adalah wilayah
yang dianggap sebagai ahli waris
Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita
tidak rendah diri di dalam
pergaulan internasional, sebab Atlantis pada
masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan
bencana, sebagaimana telah dialami oleh
Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat
mengatasinya.
Koran Republika, Sabtu, 18 Juni
2005 menulis bahwa para peneliti AS menyatakan bahwa
Atlantis is
Indonesia. Hingga kini cerita tentang benua yang hilang ‘Atlantis’
masih terselimuti kabut misteri. Sebagian orang menganggap
Atlantis cuma dongeng belaka, meski tak kurang 5.000 buku soal
Atlantis telah ditulis
oleh para pakar.
Bagi para arkeolog atau oceanografer
moderen, Atlantis tetap merupakan
obyek menarik terutama soal teka-teki di mana
sebetulnya lokasi sang benua. Banyak ilmuwan menyebut benua
Atlantis terletak di Samudera Atlantik.
Sebagian arkeolog Amerika Serikat
(AS) bahkan meyakini benua Atlantis dulunya
adalah sebuah pulau besar bernama Sunda Land, suatu wilayah yang kini ditempati
Sumatra, Jawa dan Kalimantan. Sekitar 11.600 tahun silam, benua itu
tenggelam diterjang banjir besar
seiring berakhirnya zaman es.
”Para peneliti AS ini menyatakan
bahwa Atlantis is
Indonesia,” kata Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Prof Umar Anggara Jenny, Jumat (17/6), di sela-sela
rencana gelaran ‘International Symposium on The Dispersal
of Austronesian and the Ethnogeneses of the People in
Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005.
Kata Umar, dalam dua dekade
terakhir memang diperoleh banyak temuan
penting soal penyebaran dan
asal usul manusia. Salah satu temuan penting ini adalah hipotesa adanya
sebuah pulau besar sekali di Laut Cina Selatan yang
tenggelam setelah zaman es.
Hipotesa itu, kata Umar, berdasarkan pada kajian ilmiah seiring
makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologi molekuler. Tema ini,
lanjutnya, bahkan menjadi salah satu hal yang diangkat
dalam simposium internasional di Solo, 28-30 Juni 2005
Menurut Umar, salah satu pulau
penting yang tersisa dari benua Atlantis — jika
memang benar — adalah Pulau Natuna, Riau. Berdasarkan kajian
biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang
mirip dengan bangsa Austronesia tertua.
Bangsa Austronesia diyakini
memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa
Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos
Plato. Ketika zaman es berakhir, yang ditandai tenggelamnya
‘benua Atlantis’, bangsa
Austronesia menyebar ke berbagai penjuru.
Mereka lalu menciptakan keragaman
budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya
dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau. Kini
rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi
Indonesia (IAAI), Harry Truman Simanjuntak, mengakui memang ada
pendapat dari sebagian pakar yang menyatakan bahwa benua
Atlantis terletak di Indonesia.
Namun hal itu masih debatable.
Yang jelas, terang Harry,
memang benar ada sebuah daratan besar yang dahulu kala bernama Sunda
Land. Luas daratan itu kira-kira dua kali negara India.
”Benar, daratan itu hilang. Dan kini tinggal Sumatra, Jawa atau
Kalimantan,” terang Harry. Menurut dia, sah-sah saja para
ilmuwan mengatakan bahwa wilayah yang tenggelam itu adalah benua
Atlantis yang hilang, meski itu masih menjadi perdebatan
yang perlu diverifikasi secara ilmiah
oleh berbagai pihak yang berwenang (otoritatif), misalnya Badan
Arkeologi Nasional RI.
Dominasi Austronesia
Menurut Umar Anggara Jenny,
Austronesia sebagai rumpun bahasa merupakan sebuah fenomena besar dalam
sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup
lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat
hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut
kini dituturkan oleh lebih dari
300 juta orang.
”Pertanyaannya dari mana asal-usul
mereka? Mengapa sebarannya begitu meluas dan cepat yakni dalam 3500-5000
tahun yang lalu. Bagaimana cara adaptasinya sehingga memiliki keragaman
budaya yang tinggi,” tutur Umar.
Salah satu teori, menurut Harry
Truman, mengatakan penutur bahasa Austronesia berasal dari Sunda Land
yang tenggelam di akhir zaman es. Populasi
yang sudah maju, proto-Austronesia, menyebar hingga ke Asia daratan
hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan
peradaban.
Apa yang diungkap Prof. Dr. Umar
Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan
bangsa Austronesia ini dibenarkan oleh Prof.Dr.
Abdul Hadi WM, budayawan dan
sastrawan terkemuka Indonesia.Konteks Indonesia secara Filosofis dan Ruhaniyah
Secara filosofis dan historis, apa yang telah dirumuskan
oleh para Founding Fathers Republik
Indonesia menjadi Panca Sila, apakah
secara langsung atau tidak, mungkin terinspirasi atau ada kemiripan
(paralelisme) dengan konsep Plato tentang “Negara Ideal” yang tertulis
dalam karyanya “Republic”. Konsep Plato tentang sistem
kepemimpinan masyarakat dan siapa yang berhak memimpin bangsa, bukanlah
berdasarkan sistem demokrasi formal-prosedural yang liberal ala
demokrasi Barat (Amerika) saat ini. Secara sederhana konsep kepemimpinan
Platonis adalah “King Philosopher” atau “Philospher King”.
Konsep ini Plato dapatkan dari kisah tentang sistem pemerintahan dan
negara Atlantis.
Menurut Plato suatu bangsa
hanyalah akan selamat hanya bila dipimpin oleh orang yang dipimpin
oleh “kepala”-nya (oleh akal sehat dan hati nuraninya), dan bukan oleh
orang yang dipimpin oleh “otot dan
dada” (arogansi), bukan pula oleh “perut” (keserakahan), atau oleh “apa
yang ada di bawah perut” (hawa
nafsu). Hanya para filosof, yang dipimpin oleh kepalanya,
yaitu para pecinta kebenaran dan kebijaksanaan-lah yang dapat memimpin
dengan selamat, dan bukan pula para sophis (para
intelektual pelacur, demagog) seperti orang kaya yang serakah (tipe
Qarun, “manusia perut” zaman Nabi Musa), atau tipe Bal’am
(ulama-intelektual-penyihir yang melacurkan ilmunya kepada tiran
Fir’aun). Plato membagi jenis karakter manusia menjadi 3:
“manusia kepala” (para filosofof-cendikiawan-arif bijaksana),
“manusia otot dan dada” (militer), dan “manusia perut” (para pedagang,
bisnisman-konglomerat). Negara akan hancur dan kacau bila diserahkan
kepemimpinannya kepada “manusia otot-dada” atau “manusia perut”,
menurut Plato.
Dr. Jalaluddin
Rakhmat menjelaskan dalam konteks terminologi agama mutakhir: Islam,
istilah Philosophia atau Sapientia, era Yunani
itu identik dengan terminologi Hikmah dalam al-Qur’an. Istilah Hikmah
terkait dengan Hukum (hukum-hukum Tuhan Allah SWT yang
tertuang dalam Kitab-Kitab Suci para Nabi dan para Rasul Allah, utamanya
Al-Qur’an al-Karim, dan Sunnah Rasulullah terakhir Muhammad SAW, yang
telah merangkum dan melengkapi serta menyempurnakan ajaran dan hukum
rangkaian para nabi dan rasul Allah sebelumnya. Hukum yang
berdasarkan dan bergandengan dengan Hikmah, bila ditegakkan
oleh para Hakim dalam sebuah sistem Hukumah
(pemerintahan) inilah yang akan benar-benar dapat merealisasikan
prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmah-kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, serta Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Maka semakin jelaslah mengapa
konsep kepemimpinan berdasarkan Panca Sila itu terkait erat dengan
konsep kepemimpinan negara versi Plato, karena ia mengambilnya dari
peradaban tertua yang luhur dari peradaban umat manusia pertama (Adam As
dan keturunannya) yang mendapat hidayah dan ilmu langsung dari Tuhan
YME: Allah SWT. Dan entah benar atau tidak, lokasinya adalah di Nusantara
(Asia Tenggara).
Surga Atlantis, Yunani dan Indonesia
Plato mendapatkan ilham filsafat politiknya serta
informasi tentang peradaban dan perikehidupan bangsa antik yang luhur
Atlantis, dari Socrates gurunya, juga dari jalur kakeknya
yang bernama Critias. Di mana Critias mendapatkan
berita tentang Atlantis dari
Solon yang mendapatkannya dari para pendeta (ruhaniawan) di Mesir
kuno.
Menurut penelitian Aryso Santos,
para pendeta (rohaniwan) Mesir kuno ini, mewarisi informasi tentang
Atlantis ini dari para leluhurnya yang berasal dari
Hindustan (India yang merupakan peradaban
Atlantis ke-2) dari peradaban bangsa
Atlantis pertama di Sunda Land (Lemuria)
atau Nusantara. Aryso Santos juga menemukan banyak informasi-informasi
yang mengarahkan kesimpulannya dari artefak-artefak dan situs bersejarah di Mesir.
Aryso Santos juga menemukan bahwa
cerita tentang Atlantis terkait dengan
kisah para “dewa’ dalam mitologi Yunani dan perikedupan manusia pertama,
keluarganya dan masyarakat keturunannya,. Cerita ini ada kemiripan
dengan kisah Zeus dalam mitology dan legenda Yunani, juga dengan kisah
dalam kitab suci Hindu Rig Veda, Puranas, dll. “All
nations, of all times, believed in the existence of a Primordial
Paradise where Man originated
and developed the fist civilization ever. This story, real and true, is
told in the Bible and in Hindu Holy Books such a the Rig
Veda, the Puranas and many
others. That this Paradise lay “towards the
Orient” no one doubts, excepting some die-hard scientists who
stolidly hold that the different civilizations
developed independently from each other even in such unlikely, late
places such as Europe, the Americas or the middle of the Atlantic Ocean.
This, despite the very considerable contrary evidence that has
developed from essentially all fields of the human sciences,
particularly the anthropological ones. It is mainly on those that we
base our arguments in favor of the reality of a pristine source of human
civilization traditionally called
Atlantis or Eden, etc.” tulis Aryso Santos.
Yang cukup mengejutkan adalah
bahwa Peradaban kuno Atlantis, yang
kemungkinan adalah peradaban pertama umat manusia, justru sudah beradab
(civilized) dan punya kemampuan sains dan teknologi, dan sistem
kemasyarakatan dan ketatanegaraan ideal yang cukup maju yang tak
terbayangkan oleh kita sekarang itu dapat terjadi 11.600
tahun yang lalu. Dari sudut pandang umat Islam, hal ini tidaklah
mengherankan, karena Nabi Adam, sebagai manusia (kalifatullah) pertama
telah diajari Allah semua ilmu
pengetahuan tentang nama-nama (QS 2 : 30)
Sebuah bangsa kepulauan, yang
menurut anggapan Plato berlokasi di tengah Samudra Atlantik, dihuni
oleh suatu ras manusia yang mulia dan sangat kuat (noble and
powerfull). Rakyat tanah air tersebut sangat makmur
sejahtera yang sangat bersyukur atas segala karunia sumber daya alam
yang diketemukan di seantero
kepulauan mereka. Kepulauan itu adalah sebuah pusat perdagangan dan
kegiatan komersial. Pemerintahan negeri itu memperjalankan para
penduduknya untuk memperdagankan hasil buminya sampai ke Afrika dan
Eropa
Negara Atlantis.
Menurut cerita Plato
Atlantis adalah wilayahnya Poseidon, dewa laut. Ketika
Poseidon jatuh cinta kepada wanita yang bisa mati, Cleito, dia
membuat sebuah sumur di puncak bukit di tengah-tengah
pulau dan membuat kanal-kanal air berbentuk lingkaran cincin di sekitar
sumur tersebut untuk melindungi istrinya itu. Cleito melahirkan lima
pasang anak kembar laki-laki yang menjadi penguasa pertama
Atlantis. Negeri pulau itu dibagi-bagi di antara
para saudara laki-lakinya. Yang tertua, Atlas, raja pertama
Atlantis, diberi kontrol atas pusat
bukit dan area sekitarnya.
Pada puncak tengah bukit,
untuk menghormati Poseidon, sebuah bangunan candi,
kuil atau istana dibangun yang menempatkan
sebuah patung emas raksasa dari Poseidon yang mengendarai sebuat kereta
yang ditarik kuda terbang. Di sinilah
para penguasa Atlantis biasa mendiskusikan
hukum, menentapkan keputusan dan memberi penghormatan kepada Poseidon.
Untuk memfasilitasi perjalanan dan
perdagangan, sebuah kanal (saluran) air dibuat memotong
cincin-cincin kanal air yang melingkari wilayah, sehingga terbentuk
jalan air sepanjang 9 km ke arah selatan menuju laut.
Kota
Atlantis menduduki tempat pada wilayah luar lingkaran
cincin air, menyebar di sepanjang dataran
melingkar sepanjang 17 km. Inilah tempat yang padat penduduk di mana
mayoritas pendudukanya tinggal.
Di belakang
kota terhampar seuatu lahan subur sepanjang 530 km dan selebar 190 km
yang dikitari oleh kanal air
lain yang digunakan untuk
memngumpulkan air dari sungai-sungai dan aliran air pengunungan.
Iklimnya memungkinkan mereka dapat 2 kali panenan dalam setahun. Pada
saat musim penghujan, lahan disirami air hujan dan pada
musim panas/kemarau, lahan diairi irigasi dari
kanal-kanal air.
Mengitari dataran di sebelah utaranya ada
pengunungan yang menjulang tinggi ke langit. Pedesaaan, danau-danau dan
sungai dan meadow menandai titik-titik pengunungan.
Disamping hasil panenan,
kepulauan besar tersebut menyediakan semua jenis tanaman
herbal, buah-buahan dan kacang-kacangan, dan sejumlah hewan termasuk
gajah, yang memenuhi kepulauan.
Dari generasi ke generasi orang-orang
Atlantean hidup dengan sederhana, hidup penuh dengan kebaikan. Namun
lambat-laun mereka mulai berubah. Keserakahan dan kekuasaan mulai
mengkorupsi mereka. Ketika Maha Dewa Zeus melihat ketidakdapatmatian (immortality)
para penduduk Atlantis, maka Dia
mengumpulkan para dewa lainnya untuk menentukan sebuah hukuman yang
layak bagi mereka.
Segera, dalam sebuah bencana besar
mereka lenyap. Kepulauan Atlantis, penduduknya,
dan ingatan-ingatanya musnah tersapu lautan.
Ringkasan cerita yang dikisahkan
Plato ini sekitar tahun 360 SM dalam dialognya Timaeus
and Critias. Karya tulis Plato ini adalah satu-satunya
referensi yang diketahui mengenai
Atlantis. Ini telah menimbulkan kontroversi dan perdebatan lebih
dari 2 ribu tahun lamanya. http://www.enlightenmentpathsir.com/rememberingatlantis.htm
Beberapa
orang yang penulis temukan secara tak sengaja, antara Januari-Mei tahun
ini telah mengaku menemukan jejak-jejak situs yang diduga
kemungkinan besar adalah replika situs
Atlantis. Menurut pengakuan mereka, mereka
terdorong oleh ilham dan mimpi serta cerita-cerita tambo, mitos dan
legenda yang diwarisi dari leluhur
mereka tentang cerita istana Dhamna yang hilang di tengah
pulau Sumatra, di sekitar perbatasan
Propinsi Sumatra Barat, Jambi dan Riau.
Sekitar 6 bulan
mereka melakukan riset dan ekspedisi ke lokasi, dengan
partisipasi seorang arkeolog dan panduan beberapa tokoh masyarakat adat
setempat mereka menemukannya di tengah bukit dan hutan
yang sukar dijangkau manusia. Di tempat
yang sekarang dikenal sebagai Lubuk Jambi
itu konon telah diketemukan oleh
masyarakat setempat berbagai artefak dan sisa bangunan peninggalan
kerajaan Kandis, yang diduga
Atlantis itu di dekat sungai Kuantan
Singgigi. Beberapa foto dirimkan oleh mereka kepada
penulis sebagai bukti hasil ekspedisi mereka. Namun demikian,
menurut informasi yang mereka dapat, tempat tersebut dijaga
dan dipelihara, selain oleh
masyarakat adat setempat juga oleh kekuatan makluk supra natural
tertentu yang menjaganya ribuan tahun. Bahkan menurut mereka, jarum
kompas yang mereka bawa ke tempat itu pun tidak bisa berfungsi lagi,
karena pengaruh kutub magnetis bumi pun menjadi hilang di sana.
Salah satu dari tim ekspedisi itu mengaku melihat dan
merasakan kehadiran semacam siluman
macan/harimau yang menjaga tempat itu. Wallahu ‘alam bi shawab.
Namun terlepas dari benar
tidaknya pengakuan mereka, ada juga beberapa pihak yang mengaitkan diketemukannya
bukti-bukti situs Atlantis sebagai
peradaban umat manusia pertama dengan sejarah kehidupan Nabi Adam As dan
anak-cucu keturunannya, dengan prediksi kebangkitan kembali
agama-agama dan spiritualisme dunia menjelang akhir zaman. Ini konon
terhubung dengan persiapan kedatangan Imam Mahdi dan
mesianisme kebangkitan kembali Nabi Isa al-Masih, sebelum kiamat tiba.
Inilah yang mungkin masih menjadi pertanyaan
tersirat ES Ito yang menulis novel Negara Kelima. Bagaimanakah revolusi
menuju negara ke lima itu mendapatkan jalannya?
Nusantara,
Indonesia sekarang, menurut Tato Sugiarto, telah dipersiapkan
Tuhan YME sebagai negeri tempat persemaian dan tumbuh kembangnya
kearifan ilahiah dan shopia perennialis yang berevolusi
melalui berbagai agama dunia dan kearifan-kearifan lokal nusantara, yang
merefleksikan falsafah Bhineka Tunggal Ika. Menurut pria kelahiran
1937, mantan tea taster dan market analisis PT perkebunan
I – IX Sumatara Utara – Aceh, walau terjadi paradoks
–di
balik krisis lingklungan seiring dengan krisis peradaban global,
mengutip Alvin Tofler, terjadi pula gejala-gejala
kebangkitan agama-agama, yang paralel dengan kebangkitan spiritualisme
menurut John Naisbit. Ini menutut Tato, adalah pertanda masa transisi
proses kebangkitan umat manusia menyosong tranformasi menuju
“Kebangkitan Peradaban Mondial Millenium Ketiga”.
Gejala ini juga terlihat jelas di kawasan
Nusantara ini, dan pesan-pesannya pun dipahami para ahli makrifat
yang waskita. Walau fenomena ini tampil paradoksal, namun sesungguhnya
bersifat komplementer, merupakan survival instinct
manusia. Ini merupakan peringatan dini dalam mengatisipasi apocaliptic
threats yang akan hadir di masa
datang. Prophetic intelegence yang relevan dengan
itu berabad-abad yang lampau sebenarnya telah diisyaratkan
dalam Injil dan al-Qur’an sebagai nubuat
(ramalan) Kebangkitan Isa al-Masih (QS 3: 55, QS 19:33) ataupun yang
dalam pagelaran wayang purwo ditampilkan sebagai mitos
“Kresna Gugah”.
Tato Sugiarto menjelaskan:
Wayang Purwo warisan Wali Songo adalah “tontonan dan tuntunan” adiluhung
yang cocok dengan semua agama. Tampil sebagai seni budaya yang sarat
dengan muatan aneka ilmu pengetahuan. Medium pendidikan
massal ini dikemas sebagai total arts,
yang kehadirannya mewakili pagelaran
seni makrifat atau meditative arts. Kini wayang purwo telah
melampaui batas wilayah Nusantara, lalu diakui sebagai warisan
dunia, yaitu sejak dinyatakan oleh UNESCO
(PBB) sebagai “A Masterpiece of the Oral and Intangible
heritage of Humanity” pada tgl 7 November 2003 di Paris
Perancis.
Dalam ungkapan seorang aktifis
urban sufism di Jakarta, Rani Angraini,
“karena di sinilah peradaban luhur
pertama umat manusia berawal, maka di sini pula peradaban umat
manusia bangkit kembali dan berakhir di penghujung zaman.” Wallahu
‘Alam bi shawab. (AYS)
Artikel terkait terlampir di:
http://www.scribd.com/doc/495638/Atlantis-Jejak-Sejarah-Pengetahuan-Manusia?autodown=pdf
No comments:
Post a Comment