Dari beberapa situs seperti liyangan, batu jaya, Trowulan dll yang ditemukan dalam keadaan terkubur, makin meyakinkan kita bahwa banya pengetahuan kebencanaan dan peradaban kita yang tidak hanya tercatat dalam sejarah, tetapi juga mengikis keinginan kita untuk mengetahuinya. Artefak bukan semata art dan komoditi pariwisata; Lebih dari itu kita bicara visi bangsa ke Depan.
Tim Katastropik purba telah lakukan pra-survey ke situs liyangan. Ada yang menarik: di situs yang sdh di eskavasi sebagian itu, di dinding yang paling atas bangunan ternyata mirip bangunan romawi. Kelihatannya kalibrasi geolistrik, georadar dengan hasil situs liyangan temanggung bisa menjadi opsi.
Ada hal yang sangat mendasar di situs liyangan: Materialnya berbeda bukan batu bata seperti batu jaya dan trowulan, mirip benteng Romawi.
Mistery Situs Liyangan
Tahun 2008 masyarakat Temanggung tiba-tiba saja
dikejutkan dengan adanya sebuah penemuan candi lagi, di sebuah
penambangan pasir tidak jauh dari candi Pringapus, tepatnya di Dusun
Liyangan, Desa Purbasari Kecamatan Ngadirejo sekitar 20 kilometer arah
barat laut dari kota Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Situs Liyangan berupa candi ukuran kecil, dan hingga kini di
kawasan penambangan pasir di lereng Gunung Sindoro itu masih ditemukan
benda-benda bersejarah lain, di kawasan dengan ketinggian sekitar 1.400
di atas permukaan air laut tersebut pertama kali ditemukan sebuah talud,
yoni, arca, dan batu-batu candi, diduga bahwa situs tersebut sebuah
perdusunan karena di antara benda temuan terdapat sisa-sisa rumah
berbahan kayu dan bambu.
Penemuan selanjutnya berupa sebuah bangunan candi yang tinggal
bagian kaki dan di atasnya terdapat sebuah yoni yang unik, tidak seperti
umumnya, karena yoni ini memiliki tiga lubang, profil klasik Jawa
Tengah pada kaki candi menandakan candi ini berasal dari abad sembilan
Masehi.
Yang cukup spektakuler adalah temuan terakhir pada akhir Maret 2010
berupa rumah panggung dari kayu yang hangus terbakar dan masih tampak
berdiri tegak. Satu unit rumah tersebut berdiri di atas talud dari batu
putih setinggi 2,5 meter. Selain itu juga ditemukan satu unit rumah kayu
lain yang saat ini baru tampak pada bagian atapnya, menurut perkiraan
bangunan rumah tersebut berada dalam satu kompleks dengan candi dan
kemungkinan merupakan satu zaman. Balai Arkeologi memperkirakan kedua
unit rumah itu merupakan bangunan rumah masa Mataram Kuno.
Untuk mengungkap keberadaan situs tersebut pada 14-20 April 2009
tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta melakukan penelitian terhadap
benda-benda temuan yang terkubur pasir dengan kedalaman sekitar tujuh
hingga 10 meter, berdasarkan hasil penelitian tim Balai Arkeologi
Yogyakarta kemudian menyimpulkan bahwa situs tersebut merupakan sebuah
permukiman pada zaman Mataram Kuno.
Secara umum, potensi data arkeologi situs Liyangan tergolong
tinggi berdasarkan indikasi, antara lain luas situs dan keragaman data
berupa bangunan talud, candi, bekas rumah kayu dan bambu, strutur
bangunan batu, lampu dari bahan tanah liat, dan tembikar
berbagai bentuk.Selain itu, juga diperoleh informasi berupa struktur
bangunan batu, temuan tulang dan gigi hewan, dan padi, berdasar gambaran
hasil survei penjajakan tersebut Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa
Situs Liyangan merupakan situs dengan karakter kompleks. yang
mengindikasikan bahwa lokasi tersebut adalah situs permukiman, situs
ritual, dan situs pertanian.Kompleksitas karakter tersebut membawa pada
pemikiran bahwa situs Liyangan adalah bekas perdusunan yang pernah
berkembang pada masa Mataram Kuno. Ragam data dan karakter ini tergolong
istimewa mengingat temuan ini satu-satunya situs yang mengandung data
arkeologi berupa sisa rumah masa Mataram Kuno.
Luasan imajiner situs Liyangan berdasarkan survei diperkirakan
tidak kurang dari dua hektare. Di area tersebut tersebar data arkeologi
yang menunjukkan sebagai situs perdusunan masa Mataram Kuno. Mengingat
sebagian situs terkubur lahar, masih sangat dimungkinkan luasan situs
lebih dari hasil survei.
Hasil penelitian tim Balai Arkeologi menyimpulkan bahwa data
arkeologi berupa sisa-sisa rumah berbahan kayu dan bambu merupakan situs
perdusunan masa Mataram Kuno sekitar 1.000 tahun lalu.
Data tersebut merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah.
Sebagai upaya penelitian lebih lanjut terhadap situs di kawasan penambangan pasir tersebut, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah akan melakukan penggalian situs.
Data tersebut merupakan satu-satunya yang pernah ditemukan di Indonesia sehingga memiliki arti sangat penting bukan hanya bagi pengembangan kebudayaan di Indonesia, tetapi juga dalam skala internasional, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya penyelamatan guna penelitian dunia ilmiah.
Sebagai upaya penelitian lebih lanjut terhadap situs di kawasan penambangan pasir tersebut, Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah akan melakukan penggalian situs.
Kepala BP3 Jawa Tengah Trihatmaji mengatakan, tim BP3 akan
melakukan penggalian situs pada awal bulan Mei 2010 sebagai upaya
penyelamatan benda bersejarah tersebut.
Dengan adanya penggalian tersebut maka setelah tanah
terpotong maka kelihatan secara konstruksi dan diketahui tanah
lapisan budaya, maka akan merekonstruksi pula adanya aktivitas manusia
masa lampau serta peristiwa apa saja yang pernah terjadi pada kawasan
situs demikian kata Trihatmaji, namun kegiatan itu harus dilakukan
dengan metode yang benar jika tidak maka akan sulit mengungkap misteri
yang ada.
Pada mulanya di lokasi
penambangan tersebut ditemukan situs yang diduga tempat pemujaan, namun
terakhir ditemukan pula bekas bangunan dari kayu dan bambu yang telah
menjadi arang dan di bawahnya terdapat talud dari batu putih setinggi
2,5 meter dan terdapat saluran air.
Adanya temuan bangunan saluran air tersebut menandakan bahwa
waktu itu sudah ada manajemen air. Melihat
konstruksi kayu dengan garapan yang halus dan menggunakan atap dari ijuk
menandakan bahwa masyarakat pada masa itu telah memiliki budaya dan
seni arsitektur yang cukup baik di zamannya.
No comments:
Post a Comment