Blangkon adalah tutup kepala yang digunakan oleh kaum pria sebagai
bagian dari pakaian tradisional jawa. Blangkon sebenarnya bentuk praktis
dari iket yang merupakan tutup kepala yang dibuat dari batik. Tidak ada
catatan sejarah yang dapat menjelaskan asal mula pria jawa memakai ikat
kepala atau penutup kepala ini.
Pada masyarakat jawa jaman dahulu, memang ada satu cerita Legenda
tentang Aji Soko. Dalam cerita ini, keberadaan iket kepala pun telah
disebut, yaitu saat Aji Soko berhasil mengalahkan Dewata Cengkar,
seorang raksasa penguasa tanah Jawa, hanya dengan menggelar sejenis
sorban yang dapat menutup seluruh tanah Jawa. Padahal seperti kita
ketahui , Aji Soko kemudian dikenal sebagai pencipta dan perumus
permulaan tahun Jawa yang dimulai pada 1941 tahun yang lalu.
Ada sejumlah teori yang menyatakan bahwa pemakaian blangkon merupakan
pengaruh dari, budaya Hindu dan Islam yang diserap oleh orang Jawa.
Menurut para ahli, orang Islam yang masuk ke Jawa terdiri dari dua etnis
yaitu keturuan cina dari Daratan Tiongkok dan para pedagang Gujarat.
Para pedagang Gujarat ini adalah orang keturunan Arab, mereka selalu
mengenakan sorban, yaitu kain panjang dan lebar yang diikatkan di kepala
mereka. Sorban inilah yang meng-inspirasi orang jawa untuk memakai iket
kepala seperti halnya orang keturunan arab tersebut.
Ada teori lain yang berasal dari para sesepuh yang mengatakan bahwa
pada jaman dahulu, iket kepala tidaklah permanen seperti sorban yang
senantiasa diikatkan pada kepala. Tetapi dengan adanya masa krisis
ekonomi akibat perang, kain menjadi satu barang yang sulit didapat. Oleh
sebab itu , para petinggi keraton meminta seniman untuk menciptakan
ikat kepala yang menggunakan separoh dari biasanya untuk efisiensi Maka
terciptalah bentuk penutup kepala yang permanen dengan kain yang lebih
hemat yang disebut blangkon.
Pada jaman dahulu, blangkon memang hanya dapat dibuat oleh para
seniman ahli dengan pakem (aturan) yang baku. Semakin memenuhi pakem
yang ditetapkan, maka blangkon tersebut akan semakin tinggi nilainya.
Seorang ahli kebudayaan bernama Becker pernah meneliti tata cara
pembuatan Blangkon ini, ternyata pembuatan blangkon memerlukan satu
keahlian yang disebut “virtuso skill”. Menurut nya : “That an object is
useful, that it required virtuso skill to make –neither of these
precludes it from also thought beatiful. Some craft generete from within
their own tradition a feeling for beauty and with it appropriete
aesthetic standards and common of taste”.
Penilaian mengenai keindahan blangkon, selain dari pemenuhan terhadap
pakem juga tergantung sejauh mana seseorang mengerti akan standard cita
rasa serta ketentuan- ketentuan yang sudah menjadi standar sosial.
Pakem yang berlaku untuk blangkon, ternyata bukan hanya harus dipatuhi
oleh pembuatnya, tetapi juga oleh para penggunanya. Seperti yang
diungkapkan oleh Becker sebagai berikut: “By accepting beauty as a
criterion, participants in craft activities on a concern characteristic
of the folk definition of art. That definition includes an emphasis on
beauty as typified in the tradition of some particular art, on the
traditions and conserns of the art world itself as the source of value,
on expression of someone’s thoughts and feelings, and on the relative
freedom of artist from outside interference with the work”.
Blangkon pada prinsipnya terbuat dari kain iket atau udeng berbentuk
persegi empat bujur sangkar. Ukurannya kira-kira selebar 105 cm x 105
cm. Yang dipergunakan sebenarnya hanya separoh kain tersebut. Ukuran
blangkon diambil dari jarak antara garis lintang dari telinga kanan dan
kiri melalui dahi dan melaui atas. Pada umumnya bernomor 48 paling kecil
dan 59 paling besar. Blangkon terdiri dari beberapa tipe yaitu :
Menggunakan mondholan, yaitu tonjolan pada bagian belakang blangkon yang
berbentuk seperti Onde-onde. Blangkon ini disebut sebagai blangkon gaya
Yogyakarta. Tonjolan ini menandakan model rambut pria masa itu yang
sering mengikat rambut panjang mereka di bagian belakang kepala,
sehingga bagian tersebut tersembul di bagian belakang blangkon. Lilitan
rambut itu harus kencang supaya tidak mudah lepas.
Blangkon iku sajinis panutup sirah kanggo wong priya sing kagawé saka
bahan kain bathik utawa lurik. Blangkon sejatiné wujud modhèrn lan
praktis saka iket. Ing busana tradhisional adat Jawa lan adat Sundha
blangkon dianggo minangka pasangan karo busana beskap. (wikipedia)
Model trepes, yang disebut dengan gaya Surakarta. Gaya ini merupakan
modifikasi dari gaya Yogyakarta yang muncul karena kebanyakan pria
sekarang berambut pendek. Model trepes ini dibuat dengan cara menjahit
langsung mondholan pada bagian belakang blangkon. Selain dari suku Jawa
(sebagian besar berasal dari provinsi Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur),
ada beberapa suku laindi Indonesia yang memakai iket kepala yang mirip
dengan blangkon jawa yaitu : suku Sunda (sebagian besar berasal dari
provinsi Jawa Barat dan Banten), suku Madura, suku Bali, dan lain-lain.
Hanya saja dengan pakem dan bentuk ikat yang berbeda-beda.
No comments:
Post a Comment