Monday, November 7, 2016

Ahklaq Lebih Utama daripada Ilmu


Akhlaq adalah tata krama. Orang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang banyak tetapi tidak memiliki akhlaq yang baik, tidak ada gunanya alias “mbuak plek, musproh tanpo guno”. Tiap hari selalu menyakiti hati orang lain, membuat susah orang lain, teman, dan tetangga. Dia tidak akan pernah mendapat kemulyaan dari ilmu yang ia miliki, tatapi sebaliknya ia akan mendapat murka dari Allah.
Di dalam suatu hadits dijelaskan:
اَكْمَالُ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya: " orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaknya."
Jadi, belum dikatakan muslim sejati jika belum berbuat baik kepada saudaranya, tetangganya, maupun orang lain. Bagaimana akhlak yang baik itu?
Akhlaq itu dibagi menjadi tiga tingkatan:
  • Tingkat pertama( bawah)
     Akhlaq hasan, disakiti di balas menyakiti, dicubit dibalas mencubit
  • Tingkat kedua (menengah)
      Akhlaq karima, ini adalah akhlaq yang mulya yang harus dimiliki, sebagai seorang muslim sejati. Contohnya: disakiti dibalas dengan mema’afkan .
  •  Tingkat ketiga (atas)
    Akhlaq ‘adhiima, tingkat yang ketiga ini adalah akhlaq yang paling mulya tingkat atas. Jika kita mampu melaksanakan akhlaq tingkat ketiga ini kita akan menjadi orang yang luar biasa yakni jika disakiti, kemudian kita ma’afkan dan kita balas dengan kebaikan. Sebagimana yang telah dicontohkkan oleh rasulullah, “pada suatu kisah dijelaskan, ada seorang pengemis buta yang sudah tua. Yang setiap hari berada di pinggir jalan di dekat pasar. Setiap hari selalu memaki, menghina, menghasud rasulullah. Katanya rasulullah adalah seorang pendusta, seorang yang jahat dan lain sebagainya. Rasulullah dihina-hina “sampek entek elek emek kurang golek”. Tetapi apa yang dilakukan oleh rasulullah, apakah beliau membalas dengan hinaan kepada pengemis buta tadi? Apakah beliau datang kemudian menempeleng pengemis tadi? Bukan, yang dilakukan rasulullah adalah mendatanginya tiap hari sambil membawa makanan kepada pengemis tadi. Kemudian rasulullah menyuapinya dengan melunakkan makanan tadi sebelum di masukkan ke mulut sang pengemis, sambil mendengarkan celotehan si pengemis yang menghina-hina diri beliau. Tetapi beliau dengan sabar tetap melanjutkan menyuapi nya sambil tersenyum. 
Kemudian, setelah rasulullah wafat. Abu bakar yang menggantikan untuk menyuapi si pengemis tadi. ternyata pengemis merasakan hal yang berbeda dalam menerima suapan, “si pengemis berkata: kau bukanlah orang yang biasanya? Orang yang biasa menyuapi ku makanan selalu melunakkan dulu makanannya sebelum memasukkannya ke dalam mulut ku. Siapa kamu ini?”. Kemudian di jawab abu bakar, “benar, aku adalah sahabatnya. Orang yang senantiasa memeberikanmu makanan dengan melunakkan terlebih dahulu itu adalah yang tiap hari kau hina-hina, kau maki-maki, kau jelek-jelekkan di depan orang banyak. Sekarang ia sudah meninggal dunia”.
Setelah mendengar penjelasan dari abu bakar, kemudian menangis pengemis tadi, menyesali perkataan-perkataan yang pernah dituduhkan kepada Muhammad, seketika itu juga ia menyatakan untuk masuk ke dalam agama islam. Itulah akhlaq Rasulullah yang ‘adhiima, disakiti tetapi beliau membalas dengan kebaikan.
Ada lagi contoh akhlak adhiima yang diteladankan oleh rasulullah, yaitu ketika umar bin khottob berniat membunuh rasulullah karena telah menyebarkan agama islam secara terang-terangan, dan nabi mengetahuinya. Apakah nabi berniat membunuh juga terhadap umar bin khottob? Tidak, tetapi beliau mendoakan umar agar diberikan hidayah oleh Allah.
 Ada lagi kisah sayyidina Ali yang diludahi musuhnya, kemudian disuatu hari sayyidina Ali mempunyai kesempatan untuk meembunuh orang itu. Tetapi moment itu beliau gunakan untuk memaafkannya.

Wallahua'lam bi ash-showab.

No comments:

Post a Comment