Saat itu, tepat 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi
pasukan musuhnya yang berjumlah seribu orang dan pasukan yang dibawanya
sejumlah 310 lebih sedikit. Hamba mulia ini
memanjatkan doa yang begitu
mengharu biru di tengah pasukannya yang amat sedikit dan apa adanya,
melawan pasukan kafir Quraisy yang tiga kali lipat
menghadang di hadapan mereka di padang Badar. Dengan menghadap kiblat
dan mengangkat kedua tangannya, Beliau berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
Ya
Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah!
Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! jika Engkau
biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu
di muka bumi.”
Beliau
senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti itu dan menggerakan kedua
tangannya yang sedang menengadah dan menghadap kiblat, sampai-sampai
selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu Bakar
menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia
terus berada di belakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al Anfal (8): 9). (HR. Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Lalu,
terjadilah pertempuran yang sebenarnya tidak seimbang itu, namun karena
kekuatan iman, kekuatan ukhuwah, kepemimpinan yang berwibawa, serta
ditopang strategi yang jitu, kaum muslimin berhasil memenangkan
pertempuran yang disebut dalam Al Quran sebagai “Yaumul Furqan”
(Hari Pembeda). Hari yang membedakan antara hak dan batil, antara
periode dakwah yang selalu tertindas menjadi dakwah yang disegani.
* * * * *
Syahdan, pada masa khalifah Al Mu’tashim billah (nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad bin Harun Ar Rasyid), dia berkuasa sejak tahun 218 sampai
227 Hijriyah. Pada masanya, pasukan Islam mampu mengalahkan pasukan
Romawi dengan kemenangan besar yang belum pernah terjadi pada
khalifah-khalifah sebelumnya. Dia mampu memecahkan pasukan Romawi dan
menembus masuk ke negeri Romawi, dan menewaskan 3000 pasukannya serta
menawan yang lain sejumlah itu pula. (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 245. Cet. 1. 1425H-2004M. Maktabah Nizar Mushthafa Al Baz )
Tahukah
anda apa yang melatar belakangi pertempuran dengan Romawi kala itu?
Yakni karena seorang muslimah diperkosa oleh pasukan Romawi. Lalu
peristiwa memilukan ini diketahui oleh Khalifah Al Mu’tashim. Maka, demi
menjaga kehormatan Islam dan kaum muslimin, Khalifah Al Mu’tashim
mengirim pasukan ke Romawi dengan armada pasukan yang sangat besar.
Pasukan terdepan sudah sampai di ibu kota Romawi saat itu (yakni
Konstantinopel-
Istambul saat ini) sedangkan pasukan paling belakang masih ada di
istananya di Baghdad! Ratusan ribu pasukan yang dikirim ke Romawi, ada
yang meyebut 200 ribu lebih dan ada pula yang menyebut 500 ribu pasukan
(Siyar A’lam An Nubala, 10/297),
ternyata Romawi menyambutnya dengan peperangan, maka terjadilah
pertempuran dahsyat yang dimenangkan pasukan Islam sebagaimana telah
tertulis dalam sejarah Islam masa lalu.
Lihatlah
ini! Begitu berdayanya umat Islam, dan begitu tingginya wibawa kaum
muslimin, hanya karena seorang muslimah diperkosa, mereka tidak terima
dan berbondong-bondong menggedor Romawi dan berhasil
meruntuhkan kerajaannya yang begitu besar dan ditakuti saat itu. Tetapi
itu semua berhasil ditekuk dan hanyalah fatamorgana yang tidak berdaya
apa-apa di depan kekuatan iman dan ‘izzah Islam (kemuliaan Islam). Lalu bandingkanlah dengan dunia Islam saat ini. Tak
berdaya dan tidak berwibawa. Banyak jumlah namun sedikit keberanian,
paling jauh hanya demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan
lagi satu muslimah diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya,
anak-anak dibunuh atau dimurtadkan, mereka diusir dari kampung
halamannya, dirampas harta kekayaannya, dan dikebiri perannya dalam
percaturan dunia internasional. Kaum muslimin hanya mampu mengecam,
mengutuk, dan mengadakan sidang, tetapi tidak ada aksi nyata seperti Khalifah Al Mu’tashim terhadap Romawi.
Ya,
betapa cepatnya langit cerah menuju mendung dan kelam, lalu kapankah
cemerlangnya pagi akan datang? Saat itu ada muslimah diperkosa, namun
juga ada Khalifah Al Mu’tashim yang membelanya. Saat ini umat Islam
tertindas ada di Afghanistan, Palestina, Iraq, Moro di Filipina, Patani
di Thailand, Rohingnya di Cina, dan belahan
Bumi Allah lainnya, tetapi tidak ada pemimpin Islam yang seperti Al
Mu’tashim! (Namun, Al Mu’tashim memiliki kesalahan ketika menyiksa Imam
Ahmad bin Hambal Rahimahullah, tetapi dalam sisi pembelaannya terhadap kaum muslimin, dia patut dibanggakan)
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
كان المعتصم من أعظم الخلفاء وأهيبهم، لولا ما شان سؤدده بامتحان العلماء بخلق القرآن.
“Al
Mu’tashim, dahulu adalah termasuk di antara khalifah yang paling agung
dan paling pemalu di antara mereka, seandainya saja dia tidak mengotori
kekuasaannya lantaran menyiksa ulama dalam masalah kemakhlukan Al
Quran.” (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 244)
* * * * *
Di
atas, hanya sedikit contoh kehebatan kaum muslimin masa lalu. Itu pun
dari satu sisi saja, yakni kekuatan dan kewibawaannya. Kita belum
membicarakan ketinggilan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia Islam, dan
dibutuhkan banyak halaman untuk menceritakannya.
Saat ini kita hidup di alam real
(nyata) umat Islam. Biarlah romantisme masa lalu itu tetap ada dan
menghujam dalam dada kita sebagai bekal dan spirit untuk meraih kembali kejayaan
yang hilang itu. Tetapi, kita tidak boleh berlama-lama dalam dunia
lamunan, romantisme kejayaan, dan –apalagi- tangisan meratapi
puing-puing kehancuran peradaban Islam pasca (setelah) runtuhnya
simbol kekuatan dan pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Turki
Utsmaniyah pada tahun 1924 M di Turki, yang dihapuskan oleh si musuh
Turki (A’da At Turk –inilah istilah yang diberikan ulama turki kepadanya), yakni Mustafa Kamal. Ada pun sejarawan sekuler menjulukinya Attaturk (Bapaknya Turki).
Realita
umat Islam hari ini, jika kita lihat, ternyata terhimpun menjadi empat
penyakit yang mesti disembuhkan dengan cepat. Penyakit itu adalah:
1.Al Jahlu (Kebodohan)
Apa
yang dimaksud kebodohan di sini? Bukankah dunia Islam –sebagaimana
dunia Barat- juga memiliki kampus-kampus bergengsi, kecil dan dewasa,
pria dan wanita berbondong-bondong menuju bangku sekolah dan kuliah,
berbeda dengan masa lalu?
Kebodohan di sini adalah ketiadaan ma’rifah (pengetahuan mendalam) mereka terhadap Rabb
dan agamanya. Bisa jadi memang, dunia Islam tidak kalah canggih dan
intelek, tetapi itu hanyalah pengulangan kondisi Arab sebelum datang
Islam. Dunia Arab sebelum Islam, juga memiliki peradaban tinggi yang
terbukti dari kemampuan mereka membuat tata kota yang bagus, pengairan
sawah yang baik, serta karya seni bernilai tinggi. Tetapi, sejarah Islam
tetap memposisikan mereka sebagai era Jahiliyah.
Sebab, keilmuan yang mereka miliki tidak mampu menolong mereka untuk
mengetahui siapa Tuhan mereka sebenarnya, justru mereka menyembah dan
mengagungkan produk budaya mereka sendiri yaitu berhala-berhala yang
indah yang mereka ciptakan.
Perhatikan
umat Islam saat ini, umumnya mereka jauh dari agamanya, jauh dari Al
Quran dan Sunnah nabinya, tetapi lebih dekat bahkan sampai taraf
memberikan cinta terhadap budaya, pemikiran dan akhlak Barat yang nota bene non muslim yang justru hendak menghancurkannya. Sayangnya mereka tidak menyadarinya.
Hal
ini membawa dampak lainnya; masjid yang sepi kecuali shalat jumat,
merosotnya moral baik pejabat atau rakyatnya, ibadah hanya menjadi
rutinitas kosong belaka tanpa bekas dan pengaruh dalam kehidupan, ulama
tidak berwibawa baik ilmu dan perbuatannya, pergaulan bebas remaja,
angka perceraian yang tinggi, pornografi dan porno aksi dianggap biasa,
dan segudang permasalahan lainnya. Ini semua berawal dari kebodohan terhadap agama, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
telah berjanji bahwa berbagai kebaikan –termasuk kebaikan dalam urusan
dunia dan ilmu pengetahuan- akan datang bersamaan dengan pemahaman yang
benar terhadap agama.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan maka akan dipahamkan baginya ilmu agama.” (HR.
Bukhari No. 2948, Muslim No. 1037, At Tirmidzi No. 2783, Ibnu Majah No.
220, Ibnu Hibban No. 89, 310, 3401, Malik No. 1599, Ad Darimi No. 224,
2706, Abu Ya’la No. 7381, Musnad Ishaq No.439, dan lainnya)
2.Adh Dha’fu (lemah)
Kelemahan
umat Islam terdapat pada banyak sisi kehidupan, baik pribadi atau
masyarakat. Boleh dikatakan di semua sisi kehidupan. Di antaranya yang
bisa disebutkan di sini adalah:
a. Lemah Aqidah
Aqidah adalah pegangan hidup yang utama dan menjadi fondasi untuk lahirnya imanul ‘amiq
(keimanan yang mendalam). Aqidah yang kuat hanya menjadikan Allah
Ta’ala sebagai satu-satunya penolong dari kesulitan hidup dan
permasalahnnya. Tidak takut mati, apalagi takut miskin. Sebab seorang
yang mengimani Allah Ta’ala sebagai pengatur hidup akan merasa aman dan
tentram hatinya ketika menyandarkan dirinya kepada pemiliki kehidupan
itu sendiri. Berbeda dengan orang yang aqidahnya lemah, dia lebih takut
dengan ancaman makhluk dibanding azab Allah Ta’ala. Seperti yang terjadi
saat ini, umat Islam (khususnya para pemimpinnya) lebih takut dengan
‘azab’ yang diberikan Amerika Serikat dan sekutunya dibanding azab dari Rabb mereka. Begitu juga ketika sepasang manusia berzina, mereka lebih takut hamil dibanding takut kepada Allah Ta’ala.
Berbeda
dengan Sumayyah, seorang wanita yang mati syahid dan menjadi syahid
pertama dalam Islam. Dia tetap memgang teguh agama tauhid walau
mengalami penyiksaan yang membuatnya dibunuh secara keji.
Berbeda
dengan Bilal bin Rabbah, seorang sahabat nabi yang disiksa dengan
ditindih batu besar pada siang yang amat panas, agar ia mau keluar dari
agama Islam dan kembali mengakui ketuhanan kolektif Arab jahiliyah.
Tetapi dia tetap dalam keimanannya, dan mengatakan; “ahad .. ahad .. ahad … (Yang Maha Tunggal (Esa) ….)
Berbeda
dengan Masyithah, seorang wanita pelayan di istana Fir’aun yang tetap
teguh menyembah Allah Ta’ala dan menolak pengakuan ketuhanan Fir’aun.
Dia bersama keluarganya direbus hidup-hidup untuk mempertahankan
aqidahnya.
Ya, kita berbeda dengan mereka. Begitu sabar dan teguhnya aqidah mereka …
b. Lemah Ekonomi
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kaum muslimin benar-benar merasakan baldatun thayyibatun (negeri yang makmur).
Sampai-sampai Srigala menyusu kepada Domba, padahal domba adalah mangsa
Srigala! Saat itu, pemerintah kesulitan mencari faqir miskin untuk
menerima zakat, akhirnya harta zakat disalurkan ke negeri-negeri non
muslim.
Pada masa Khalifah Harun Al Rasyid, dia pernah keluar dari istana sambil menatap langit yang sedang mendung:
“Ya
Allah, turunkanlah hujan di mana Engkau mau. Jika Kau turunkan di Barat
maka itu adalah negeri kami, jika Kau turunkan di Timur itu juga negeri
kami.”
Apa
yang dikatakannya melambangkan kemakmuran negeri Islam yang merata dan
begitu luas. Sehingga dua khalifah ini termasuk deretan para khalifah
yang paling sering disebut namanya setelah empat khulafa’ur rasyidin.
Kemandirian
ekonomi adalah salah satu penopang kekuatan, dan Islam sangat
menekankan hal itu. Seorang yang berhutang biasanya akan mengalami
penurunan kekuatan. Daya kritis, kemandirian, dan sebagainya akan mudah
didikte oleh orang yang memberinya hutang. Begitu pula dalam tingkat
negara. Negara-negara miskin –kebanyakan negara muslim- mudah sekali
dikendalikan oleh kekuatan asing yang menjadi donor bagi dana
pembangunan negerinya.
Maka, wajar kalau Islam tidak menyukai kefaqiran. Hal ini terbukti dari berbagai doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diajarkannya untuk umatnya berisi perlindungan dari kefaqiran.
Diantaranya:
اللهمّ إني أعوذ بك من الكفر والفقر
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kefaqiran.” (HR.
Abu Daud No. 5090, Ibnu Hibban No. 1026, An Nasa’i No. 1347, Ibnu
Khuzaimah No. 747, Ahmad No. 20381, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah,
3/251. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih wad Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1347 )
Doa lainnya:
اللهم إنِّي أعوذ بك من الهمِّ والحزن، وضلع الدين ، وغلبة الرجال
“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari gelisah dan sedih, dan lilitan hutang dan tekanan manusia.” (HR.
Bukhari No. 2736, 6002, At Tirmidzi No. 3484, Abu Daud No. 1541, An
Nasa’i No.5476, Abu Ya’la No. 3695, 4003, Ibnul Ju’di No. 2908)
c. Lemah Propaganda
Dunia
propaganda, melalui media elektronik seperti TV, Radio, dan internet,
atau media cetak seperti majalah dan buku, ternyata telah melampaui
batas fungsinya sebagai jendela informasi bagi manusia. Saat ini sarana
ini telah dijadikan alat untuk memojokkan Islam dan kaum muslimin. Media Barat telah menggiring opini dunia untuk
menyebutnya sebagai teroris, agama pedang, penindas kaum wanita, dan
sebagainya. Begitu kuat jaringan mereka, satu sama lain saling membantu.
Orang
shalih bisa jadi buruk lantaran diberitakan buruk, dan orang jahat bisa
menjadi pahlawan karena diberitakan sebagai pahlawan. Inilah keajaiban
propaganda. Dan, sayangnya tidak sedikit umat Islam yang terpukau oleh
media mereka dan termakan oleh isu dan hasutan yang mereka buat. Kita
selalu meng-iya-kan kata mereka. Persis yang Al Quran katakan:
Dan
apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.
Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. (QS. Al Munafiqun (63); 4)
Sementara,
di sisi umat Islam sendiri mereka lemah. Belum ada kantor berita umat
Islam yang menjadi media rujukan utama sebagai penyeimbang, jangankan
secara internasional , secara nasional pun belum ada, sekali pun ada
hanya menjangkau lapisan yang sangat ekslusif dan terbatas. Wal hasil,
tidak ada pilihan lain akhirnya mereka menjadikan media Barat sebagai
rujukan, walau mereka telah tahu bahwa media tersebut tidak akan pernah
objektif dan adil ketika berhadapan dengan kepentingan Islam dan kaum
muslimin.
3.Adz Dzullah (Direndahkan)
Ini
merupakan efek domino yang otomatis dari kebodohan dan kelemahan, sebab
tidak ada orang bodoh dan lemah yang memiliki wibawa dan kehormatan.
Lihatlah
dunia! Mereka ramai menyalahkan pemerintah Indonesia ketika kasus di
Timor Timur (sekarang Timor Leste), bahkan mereka mengintervensi
sehingga propinsi ini lepas dari Indonesia. Ada pun Papua, pun sedang
mengalami hal yang sama. Begitu mudahnya negeri muslim diobok-obok oleh
kekuatan asing.
Ketika
kedung kembar WTC (World Trade Center) ditabrak oleh dua pesawat yang
tidak jelas siapa pelakunya. Bahkan, CIA tidak berani memastikan. Namun,
Amerika Serikat dengan kesombongannya langsung menyalahkan pemerintah
Taliban di Afghanistan, sebuah negeri miskin dan terbelakang.
Afghanistan diserang oleh tentara AS tanpa peduli protes dunia muslim
dan yang masih punya nurani kemanusiaan.
Begitu pula yang terjadi Iraq, presidennya
dijatuhkan oleh kekuatan negara lain, bukan kekuatan yang berasal dari
rakyatnya sendiri. Umat Islam dunia juga tidak berkutik.
Jalur
Gaza akhir 2008 dan awal 2009. Negara Zionis Israel menyerang Gaza
sebuah kota kecil yang hanya dijaga oleh milisi mujahidin HAMAS yang
tidak seberapa banyak. Umat Islam yang setengah miliar di timur tengah,
diacak-acak oleh kebiadaban tentara Zionis Israel di sana. Mereka hanya
menonton dan menangis, paling jauh demonstrasi. Bahkan mayoritas umat
ini tidak peduli karena sibuk dengan dunianya masing-masing. Kemana umat
Islam? Kemana pemimpin kaum muslimin? Kemana Al Mu’tashim abad modern?
Kemana satu setengah miliar umat Islam?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
يوشك
الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى الأكلة إلى قصعتها" فقال قائل: ومن قِلّةٍ
نحن يومئذٍ؟ قال: "بل أنتم يومئذٍ كثيرٌ، ولكنكم غثاءٌ كغثاء السيل،
ولينزعنَّ اللّه من صدور عدوكم المهابة منكم، وليقذفنَّ اللّه في قلوبكم
الوهن" فقال قائل: يارسول اللّه، وما الوهن؟ قال: "حبُّ الدنيا وكراهية
الموت
“Hampir
datang masanya bangsa-bangsa mengerumuni kalian sebagaimana mengerumuni
makanan di atas meja makan.” Ada yang bertanya: “Apakah saat itu kita
sedikit?” Beliau menjawab: “Justru saat itu kalian banyak,
tetapi laksana buih di lautan. Allah telah mencabut rasa takut dalam
dada musuh-musuh kalian terhadap kalian, sedangkan Allah telah
melemarkan ke dalam hati kalian penyakit Al Wahn,” Ada yang bertanya: “Apakah Al Wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia dan takut mati!” (HR.
Ibnu Majah No. 4297, Ahmad No. 22397, Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan: sanadnya hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 958)
4.Al Furqah (Perpecahan)
Seharusnya
perbedaan dapat dijadikan khazanah yang baik. Islam tidak mencela
perbedaan tetapi membenci perpecahan. Dan, perbedaan belum tentu
berpecah, sedangkan berpecah sudah pasti berbeda.
Perbedaan memang hal yang niscaya dan pasti ada. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu,
tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang
diberi rahmat oleh Tuhanmu.. (QS. Huud: 118-119)
Imam Hasan Al Bashri Radhiallahu ‘Anhu mengatakan:
وللاختلاف خَلَقهم
“Dan Allah menciptakan mereka untuk perbedaan.” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 4/362. Dar Ath Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)
Dalam potongan hadits yang cukup panjang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda:
من يعيش منكم بعدي فسيرى اختلافا كثيرا
“Barangsiapa diantara kalian yang hidup setelah aku, maka dia akan melihat banyak perselisihan ..” (HR. At Tirmidzi No. 2816, katanya: hasan shahih. Ad Darimi No. 95, Ibnu Majah No. 43, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 20125, Ibnu Hibban, Bab Maa Ja’a Al Ibtida bihamidallahu Ta’ala, No. 5, Ahmad No. 17142. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata; hadits shahih dengan banyak jalur dan penguatnya)
Namun
demikian, walau perbedaan itu pasti ada dan ini sudah diisyaratkan
jauh-jauh hari, Islam tetaplah mencela perpecahan dan mengaharamkannya
di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah kalian semua, dan janganlah berpecah belah ..” (QS. Ali Imran (3): 103)
Inilah
penyakit yang mengerikan sebab dia menghancurkan dari dalam seperti
kanker yang menggerogoti tubuh manusia. Sesungguhnya umat Islam tidak
pernah takut akan ancaman dari luar karena mereka sudah mengantisipasi
dengan semangat jihad fisabilillah. Tetapi yang justru dikhawatiri
adalah hancurnya umat islam dari dalam, yakni ketidakmampuan mereka
dalam meredam perselisihan dan mengolah perbedaan. Akhirnya, musuh-musuh
Islam bertepuk tangan sementara kita sibuk bercakaran. Mereka pun
berkata; “Terima kasih wahai umat Islam, tugas kami memecah belah kalian sudah diselesaikan oleh kalian sendiri!”
* * * * *
Demikianlah
penyakit umat islam kontemporer dan kita harus tersadari olehnya.
Tentunya harus dicarikan solusi yang jitu dengan tanpa melahirkan
penyakit baru. Bagaimana itu?
Ringkasnya, sebagaimana kata Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu yang pernah mengatakan: “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”
Yaitu dengan iman, ilmu, ukhuwah islamiyah yang solid, dan ruhul jihadiah
(semangat juang) yang tidak terputus. Sehingga umat Islam menjadi
cerdas tidak bodoh, kuat tidak lemah, berwibawa tidak direndahkan, dan
solid tidak berpecah.
Wallahu A’lam